6 Agustus 2014

Memorabilia of Mudik 1435 H “Mudik Tengah Malam”


Kalau ada tes keberanian, saya tidak tahu bakal dapat poin berapa. Mungkin banyak orang yang poinnya lebih tinggi dari saya. Tapi pengalaman yang ini saya kategorikan sebagai salah satu pengalaman yang paling berani dalam hidup saya.  Akan saya ingat seumur hidup, dan menjadi kenangan yang berharga. Hahaha! Agak berlebihan ya?! Biarin ah! Suka-suka saya kan ya!

:D

Pengalaman paling berani yang pernah saya lakukan, tentunya yang saya ingat adalah SATU: (tulisan tentang ini tidak akan muncul karena tidak layak tayang) dan DUA: mudik tengah malam! Nah, pengalaman ke-DUA inilah yang mau saya ceritakan.

Bagi saya, kadang-kadang berani itu karena dipaksa. Dulu sewaktu masih SMA, saya berani jalan sendiri pada jam lewat tengah malam, muter-muter kampung dan blusukan ke kuburan. Itu karena terpaksa demi mendapatkan badge dan syal kebanggaan organisasi, sewaktu kemah pengambilan badge dan syal sekaligus pengukuhan sebagai senior. Yaa, agaknya saya juga tidak terlalu berani sih waktu itu! Karena saya sambil ngitung-itung berapa kecepatan langkah kaki saya agar  bisa pura-pura ketemu teman, yang berangkatnya berjarak sekian menit setelah pemberangkatan saya. Jadi jalannya sengaja diperlambat gitu biar  seolah-olah tidak sengaja berpapasan dengan peserta lain. 

:p

Tentang mudik tengah malam ini, awalnya hanya ide iseng yang kayaknya nggak mungkin banget kalau saya lakoni. Nggak kebayang aja berdua sama adik saya melewati hutan sepanjang jalan tanpa ada barengan.  Dan 99.9% kemungkinan tidak akan dikasih izin sama emak saya. Tapi begitu di malam Ied terdengar takbir bersahut-sahutan, rasanya ada yang mengusik di dalam hati.

PULANG YOK, PULAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANG!

Daan … yap! Yang diperlukan adalah KEBULATAN TEKAD! Dan NIAT YANG BAIK. ^^

Ketika jam menunjuk angka sembilan saya kirim pesan ke ibu, tanya shalat Ied di rumah dimulai jam berapa. Waktu ibu tanya-tanya, saya tidak membalas pesan itu karena saya takut keceplosan.   

Akhirnya setelah persiapan singkat, mendekati pukul 23.00 wib, berdua dengan adik saya menggeber si Bebe. Bahagia rasanya. Tapi … baru inget ternyata, amplop lucu-lucu dan lembar-lembar rupiah baru yang mau disisihkan buat ponakan, ketinggalan ….

T_T

Lemes deh!

Tapi sudahlah. Hati saya kadung dag dig dug. Teringat kata teman-teman tentang horornya daerah hutan yang akan saya lewati. Ditambah lagi rasa dingin yang makin menggigit. Padahal sudah pakai baju sampai triple. Juga perut yang kerincingan (satu level di atas keroncongan alias laper bingits). Rasanya butuh yang hangat-hangat.

Ternyata tidak sepi. Di daerah yang katanya serem itu, antrian kendaraan mengular. Syukurlah dapat teman. Karena malam lebaran kali ya. Jadi pemudik dari jauh juga pada belum nyampe rumah. Sempat juga sih ketemu pemudik yang plat motornya AE. Tapi mas-masnya jalan kayak kilat, dikejar malah lari. Ya iyalah, orang kita juga nggak kenal. Haha!  

Di daerah Batu, dekat terminal, jam nol-nol sekian-sekian, warung-warung di pinggir jalan malah rame. Dapurnya masih mengepul dan menyediakan menu-menu hangat yang sangat pas disantap saat kedinginan. Ketika kami berhenti sejenak untuk gantian mengemudi, aroma gurih itu mengirimkan sinyal yang membuat perut semakin kemrincing. Tapi saya sok keren jawab ogah waktu adik saya ngajak mampir. Adik saya manyun.

Perjalanan pun lanjut sampai di kota kami tercinta, kota 1001 Goa. Yuhuiiii! Begitu sampai di gerbang kota rasanya pengen teriak kencang-kencang karena sudah sampai di situ dengan selamat setelah menempuh ratusan kilo.

Eits, ini belum sampai rumah, Optimizer!



2 komentar:

  1. Ane uda baca cerita antum sewaktu pulkam pada mlm hari lewat jalur Selatan.
    wakt liat fotonya,
    BIKIN MERINDIIIING!!!

    BalasHapus
  2. Terimakasih, Mas. :)
    Iya Mas kalau malam serem. Tapi kalau siang hari kelihatan indah.

    Salam kenal.

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Mohon tinggalkan pesan jika berkenan. :)