28 Juni 2012

Lomba Menulis Cerpen (LMC) 2012 Writing Revolution


DL: 31 Desember 2012

*25 Cerpen Nominator Dibukukan.

TEMA:
  • Seputar dunia remaja, lokalitas, masyarat urban (perkotaan), relegius, spiritual, misteri, romantis, fantasi, science fiction, dan sebagainya.
  • Peserta boleh memilih salah satu tema di atas.
  • Panitia bisa langsung menganulir naskah peserta yang berisikan tindakan asusila, cabul, sadisme, kekerasan yang berlebihan terhadap anak dan wanita, merendahkan atau menghina keyakinan/agama/suku/daerah tertentu, dan yang tidak melengkapi persyaratannya (baca poin selanjutnya).PESERTA:
    Pelajar, mahasiswa, guru, dosen, penulis pemula, penulis senior, dan siapa saja boleh ikutan, tapi dengan ketentuan khusus (baca poin selanjutnya).


    SYARAT PENULISAN:
    1. Jumlah 4-6 halaman, spasi ganda (2), jenis huruf Times New Roman font 12, ukuran kerta A4.
    2. Margin (garis): atas, bawah, samping kiri dan kanan (semua sisi 3 cm atau 1,18 inci), beri nomor halaman.
    3. Kesesuaian dengan tema lomba dan tidak mengandung ponografi dan kekerasan, serta tidak menyinggung SARA.
    4. Biodata narasi sekitar 100-200 kata dan WAJIB Mencantumkan Nomor ANGGOTA SMCO WRITING REVOLUTION dalam biodata (jika tidak ada, cerpennya dinyatakan GUGUR), yang ditulis pada halaman akhir naskah cerpen.
    5. Kirim naskah cerpen ke alamat email: LombaWR@gmail.com(dengan menulis di judul/subjek email: LCR 2012 - Judul Cerpen)
    6. Setiap peserta hanya boleh mengirim 1 cerpen terbaiknya. 

    KRITERIA PENILAIAN
    1. Orisinalitas.
    2. Kreativitas pengolahan ide.
    3. Kedalaman pesan.
    4. Keindahan bahasa, kaidah penulisan dan kelengkapan naskah. 
    PENGUMUMAN PEMENANG:
    Pengumuman 25 Nominator 31 Januari 2013, Pengumuman Pemenang 15 Februari 2013.


    HADIAH:
    • Juara I : Rp 2.000.000,- (ditambah Buku Antologi Cerpen Pemenang dan sertifikat penghargaan).
    • Juara II : Rp 1.000.000,-(ditambah Buku Antologi Cerpen Pemenang dan sertifikat penghargaan).
    • Juara III : Rp 750.000,- (ditambah Buku Antologi Cerpen Pemenang dan sertifikat penghargaan).
    • Juara Harapan I : Rp 300.000,- (ditambah Buku Antologi Cerpen Pemenang dan sertifikat penghargaan).
    • Juara Harapan II : Rp 200.000,- (ditambah Buku Antologi Cerpen Pemenang dan sertifikat penghargaan).

    KETENTUAN KHUSUS:

    Peserta WAJIB terdaftar sebagai peserta SEKOLAH MENULIS CERPEN ONLINE (SMCO)  Writing Revolution
     (info lebih lanjut klik di sini (copas link ke browser box): http://www.facebook.com/note.php?note_id=228242847283855


    KETENTUAN MENGIKAT
    1. Keputusan DEWAN JURI tidak bisa diganggu gugat.
    2. Panitia tidak MELAYANI SURAT-MENYURAT.
    3. DEWAN JURI berhak membatalkan keputusannya, jika di kemudian hari diketahui karya pemenang lomba melanggar karya cipta orang lain (plagiat)atau mengikuti lomba sejenis atau telah dimuat di koran/majalah.
    4. HAK CIPTA tetap ada pada penulis, sedangkan PANITIA memiliki HAK untuk MEMPUBLIKASIKANNYA (membukukkannya).
    Info Lengkap klik: www.writing-revolution.blogspot.com  

    NOMOR KONTAK:
    • 085763208009, 087766657623

27 Juni 2012

Buka-bukaan Menulis Novel ala WR

Ini adalah sekelumit sharing dengan Kepala Kampung (Pak Pung) Writing Revolution Joni Lis Efendi dan para Revolovers *warga kampung* tentang menulis novel.
Banyak sekali keluhan-keluhan ketika akan menulis novel. Tak sedikit yang merasa galau. Tapi ada solusi kok! Ini dia!

1. Belum bisa mengembangkan ide menjadi beberapa konflik karena terbiasa menulis cerpen. Coba untuk menjaga stamina konfliknya dan hadirkan konflik lain sehingga ada energi untuk menggerakkan cerita menjadi lebih panjang dan seru.
2. Kesulitan menemukan konflik. Buat si tokoh cerita harus menyelesaikan masalah demi masalah dan hadapkan ia pada pilihan-pilihan sulit dan itu pasti akan memantik konflik.
3. Susah memulai ketika sudah berhenti.
4. Tidak punya waktu karena pekerjaan, kuliah dan aktivitas lain yang menyedot semua energi. ***Tulis aja ide yang melintas dimana saja. Kalau kemana-mana berat membawa note, pakai aja hape untuk menulis ide. Jangan tunggu nanti. Ide bisa ilang kapan saja dan bisa juga datang kapan saja dimana saja. Sekali dia datang, langsung masukkan karung. Bungkuuus‼!
5. Tulisan masih terasa datar. ***Yaah, ini sih masalahku juga. Ah, bodo amat dibilang datar. Yang penting nulis duluuuuu‼! Tulis aja, entar editingnya.
6. Susah menemukan gaya bahasa yang cocok. ***Kata siapa ya, emmm…aku lupa. Jadi begini, kalau penulis pemula itu memang lebih sering ketularan gaya penulis yang disukainya. Tapi seiring perjalanan waktu kalau kita terus berlatih, ketularan itu akan ilang dan kita bisa menemukan jati diri kita yang sebenarnya.
7. Susah untuk memulai tulisan dan mencari ide yang menarik. Cobalah merenung dan renungkan perjalanan hidupmu dari kecil sampai sekarang. Apakah ada sesuatu yang layak untuk ditulis? Kalau sudah dapat, kembangkan ide tersebut. Bisa juga menceritakan kehidupan pribadi nanti dimasukkan unsur fiksi sehingga lebih menarik.
8. Kesulitan konsisten dengan karakter seorang tokoh. Bikin biodata atau riwayat hidup tokoh ceritanya di kertas terpisah dan konsisten mengembangkan karakter, soal ada kaitan tokoh cerita dengan karakter tokoh di dunia nyata itu nggak masalah asal jangan ditulis nama aslinya dalam novel. Bisa-bisa kena bogem mentah. Hihi! Perniknya lumayan banyak ya? Padahal pengennya menulis itu langsung jadi dan langsung bagus. Mimpi kali ye‼‼ Prinsipnya sederhana kok. Tulisan yang buruk tapi selesai jauh lebih baik ketimbang menulis novel hanya sebatas keinginan. Karena tulisan yang jelek masih bisa diperbaiki untuk menjadi lebih bagus.
9. Ragu-ragu saat menulis, apakah ide ini pantas untuk ditulis? Nikmati prosesnya, nanti akan banyak ketemu hal-hal yang mengagumkan ketika menulisnya. Keberanian mulai menulis dan konsisten melanjutkannya.
10. Baru membayangkan jumlah halamannya sudah ngeper, padahal pengen banget menulis novel. Cobalah menulis novel sama seperti menyiapkan pernikahan. Jadi harus direncanakan dan dikerjakan berangsur-angsur dan bayangkan happy ending nantinya. ***Sebenarnya yang punya ide ini alias PP, lagi nyiapin pernikahannya. Jadi yang kepikir adalah contoh nyiapkan kawinan. Hahaha!
11. Susah membangun mood saat menulis.
12. Bingung membuat kalimat pembuka yang menarik.
13. Bagaimana cara melakukan riset yang benar untuk mendukung keabsahan tokoh dan setting? JK Rowling melakukan riset Harry Potter dengan menulis latar belakang setiap tokoh lengkap dengan deskripsinya yang detail. Atau Andrea Hirata dengan menulis merunut alur kehidupan masa kecilnya dengan riset ke kampung halamannya kemudian diskusi dengan teman-teman lamanya untuk merefresh pengalaman masa lalunya. Riset novel yang bagus adalah merasakan langsung dan merekam semua yang nanti akan ditulis, jika ingin mengalami bagaimana indahnya pantai ada baiknya kita jalan-jalan ke pantai, tapi riset juga bisa melalui baca literasi, menonton tivi, diskusi, wawancara, dll.
14. Awalnya sih berpikir mudah, karena ide dan inspirasi sudah mengendap di kepala. Tapi ternyata menulis tidak cukup memiliki ide dan tema cerita yang menarik. Butuh kejelian dalam mengolah plot, dan unsur lainnya dalam tulisan. Mulai menulis langsung adalah langkah paling ampuh untuk mengatasi semua masalah, nanti baru belajar lagi jika ada tantangan yang dihadapi. Jika hanya berkutat pada teori-teori menulis, maka kamu akan mandeg dan mentok. Belajar berenang langsung saja terjun ke kolam renang setelah tahu teorinya.
15. Tulisan terlalu banyak metaforanya, kesannya cerita jadi datar. Tulisan dengan metafora akan lebih hidup, terlalu padat dengan metafora menyebabkan tulisan menjadi berat. Tulisan yang datar adalah penulis yang tidak ada “ruh” dan hanya menggunakan kata-kata yang kaku dan itu-itu saja ditambah “isi” cerita yang tidak penting dan tidak menarik.
16. Novel selalu lebih dari satu konflik. Nah, gimana menghubungkan satu konfli dengan konflik lainnya. Belum penyelesaiannya. Tapi boleh juga kan kalau kita tinggalkan bergantung? Biar pembaca nebak sendiri. Hehehe! Konflik di cerpen masih aja tumpul, piye iki??? Setiap konflik dalam novel ada pintu masuk dan pintu keluarnya. Untuk menyatukan konflik itu buatlah seperti kompleks perumahan satu RT yang masing-masing pintu rumah mereka itu menghadap dan dihubungkan oleh satu jalan, jalan inilah namanya plot. Sebenarnya sederhana saja, simpan beberapa informasi penting dari setiap konflik kemudian sisipkan konflik lain sehingga pembaca bisa menghubungkannya.
17. Meski nulis cerpennya belum becus, saya juga lagi belajar nulis novel. 80 halaman saja sudah megap-megap, apalagi ratusan halaman. Pelari sprint (100m dan 200 m) tidak akan sama staminanya dengan pelari marathon yang sanggup lari secara konsisten sejauh 42 km secara rutin. Jika sprinter ingin jadi pelari marathon yang dilakukannya adalah sering berlatih lari sejauh 42 km secara rutin. Sama juga dengan penulis cerpen yang ingin menulis novel.


Ada beberapa hal yang aku juga kurang tahu (Sharingnya kayaknya belum cukup nih!) karena secara keseluruhan aku juga belum mengalaminya Sebenarnya mudah kalau dibuat mudah. Kalau boleh kubuat kesimpulan, bahwa untuk menjadi seorang penulis novel yang baik, yang handal, yang fenomenal dengan karya-karyanya, hal pertama yang harus dilakukan adalah mulai menulis. Tidak ada yang lain. Baru berikutnya konsisten, sabar, telaten, terus belajar. Ya, begitulah. Memang tidak ada yang instan untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa.

22 Juni 2012

Selembar Sarung vs Udin

Sebenarnya mau ikut lomba FTS Narsis Unlimited : Narsis Anti Galau Bikin Hidup Happy Tanpa Ending-nya WR. Mau menguji seberapa narsis diriku ini kalau dalam tulisan. Makanya latihan sedikit demi sedikit. Masalahnya ternyata tidak semudah itu. Meskipun narsis dalam kehidupan sehari-hari adalah perkara gampang, tapi kalau dituliskan bukan lagi perkara mudah *bagiku*. Apalagi menulis cerita yang ngocol abis. Takutnya malah terkesan mekso. Bukannya pembaca terpingkal-pingkal atau terhibur, tapi malah bikin mereka emoh karena ceritanya hancur lebur.  Tapi nggak boleh putus asa dong! Seberapa susah dan jeleknya ceritaku, harus tetap kucoba. Nah, salah satu dari proses latihan itu adalah cerita ini. Entahlah masuk dalam kategori apa. Penilaian diserahkan pada selera Anda. Selamat membaca!


Selembar Sarung vs Udin
Udin adalah seorang pemuda sederhana yang berpenampilan apa adanya. Cakep sih enggak. Paling cuma Emaknya aja yang bilang dia cakep. Selebihnya, orang bilang Udin cakep kalau ada perlunya aja. Tapi entah kenapa orang desa pada ngepens berat sama makhluk yang satu ini. Mungkin karena bakatnya yang ringan tangan. Jadi kalau ada angin berhembus, tangannya bakal melayang kemana aja. Hehehe, ya enggaklah. Dia memang anak baik hati, suka menolong dan tidak sombong.
            Karena saking apa adanya, Udin suka pakai sarung kemanapun dia pergi. Baginya selain prinsip apa adanya, sarung adalah pakaian ter-fleksibel yang dia punya. Nggak ada handuk, ia bisa handukan pakai sarung. Kalau tidur nggak ada selimut, sarung bisa dipakai buat selimutan. Ya peribahasanya tiada rotan Raam Punjabi, eh sarung pun jadi. Masa rotan dipake buat handukan. Atau kalau pengen ngintip siapa aja yang bisa diintip, sarung bisa dipakai biar jadi ninja. Pokoknya sarung adalah benda multitalent, eh multiguna.
            Sebenarnya bukan hanya Udin seorang yang suka dengan benda yang satu ini. Anak-anak, orang muda, orang tua, sampai orang-orangan sawah, sarung adalah benda favorit. Mereka mengenakan sarung kemanapun pergi. Bahkan tetangga Udin yang bernama Edi alias Junaedi, maunya juga pakai saruuuung terus. Dia nyuruh emaknya untuk memodifikasi sarung made in Indonesia itu menjadi sebuah seragam sekolah yang oke punya. Tetangga Udin lain yang PNS (Pak Nono Soemardi) kalau ke kantor juga berseragam dari bahan sarung. Pokoknya semua warga di kampung Udin jadi maniak sarung. Panas, hujan, berawan, gerimis, kemanapun dan kapanpun, tiada hembusan nafas tanpa sarung.
--&--
            Di suatu pagi yang indah. Karena matahari muncul tiba-tiba sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya, Udin yang melihat adegan itu gantian mengedipkan matanya. Hari ini ia bangun pagi dengan semangat dua ribu dua belas. (Jaman sekarang udah nggak jamannya lagi semangat empat lima. Abadnya aja udah abad dua satu).
            Setelah melipat rapi sarungnya yang habis disetrika dengan pewangi yang super wangi karena pakai pandan wangi. Tiba-tiba …. Hatshiii‼ Udin memang kadang suka nyeleneh. Ini bakatnya yang lain yang sesekali meresahkan emaknya, karena pandan wangi di belakang rumah gusis dipreteli Udin buat pewangi sarung.
            Tiba-tiba …  
            “Din! Ikut saya ke kantor desa!” Pak RT di lingkungan rumah Udin tiba-tiba nyelonong di depan Udin yang sedang ngambet sarungnya. Secara refleks Udin mengedipkan sebelah matanya kepada Pak RT.
            “Apa-apaan pakai kedip-kedipan mata. Nggak usah ngerayu! Ini urusan super penting. Jadi tidak usah bertele-tele.”
            Udin masih kaget setengah hidup. Matanya yang sebelah gentian berkedip. Kalau tadi yang kiri sekarang yang sebelah kanan.
Karena nggak mau bertele-tele, pak erte menyeret Udin begitu saja ke kantor desa. Dia tidak mempedulikan Udin yang meronta. Di sana semua warga sudah menunggu. Mereka memandang gemas ke arah Udin.
“Malingnya sudah saya bawa, Sodara-sodara. Berikut barang buktinya. Mari kita adili dengan seadil-adilnya.”
“Adili!”
“Yang adil.”
“Pengadilan.”
“T-tunggu. Ada apa ini? Saya bukan maling. Saya kesini bukan untuk diadili, tapi diseret dengan paksa oleh Pak RT.”
“Maling sarung, ayo ngaku kamu! Itu kan buktinya kamu bawa sarung.”
“Ini sarung saya sendiri!”
“Pokoknya Hajar! Biar kapok!”
Bag! Big! Bug! Tulang Udin remuk. Warga girang karena sudah membuat pengadilan dan mengadili maling sarung dengan seadil-adilnya. Tiba-tiba Jupri yang kehilangan sarung muncul di kantor desa sambil terbahak-bahak.
“Tuh, Pri. Malingnya sudah ketemu. Sudah kami balas setimpal dengan perbuatannya. Enaknya kita apakan lagi?”
“Hah? Siapa Pak RT? Udin? Ya ampun. J-jadi….”
Jupri mendekati Udin. Anak itu meringis karena ujung bibirnya sobek. Bajunya rowak-rawek. Celananya sobek, resletingnya ucul. Tinggal tersisa kaos singlet dan celana dalam di tubuh Udin.  
“Ngapain kamu di sini Din?”
Jupri tak habis pikir. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa makhluk yang satu ini di balai desa dengan tubuh babak belur. Tiba-tiba Jupri mengeluarkan sesuatu dari kresek hitam. “Lha iki Pak, sarungku ketemu. Kemarin tak jemur di belakang rumah njur kanginan, temangsang di tiang jembatan .”
“Ooo, semprul! Tiwas raiku ajur mumur!” Udin ndongkol nggak karuan. Mumpung orang-orang masih terfokus ke arah Jupri, ia berhitung. Satu…dua…ti…ga, kabuuuurr‼‼‼
“Hei Din, Udin Jamaludin! Udiiin‼‼!” Pak RT dan warga memanggilnya teriak-teriak.
“Saya bukan maliiiing!” Udin ngos-ngosan. Ia emoh diadili kedua kalinya.
“Bukan, Diiiin! Kamu mau kemana? Clonomu rung mbok nggo!”
Ha??‼ Udin terbelalak. Dan… BRUKK‼ Udin (pura-pura) semaput.***

Pacitan, Mei 2012

20 Juni 2012

Mendaki Impian (Bag.II) ~ habis


Mendaki impian. Bukan hanya karena impian itu menjulang di langit sana sehingga kami harus bersama-sama meraihnya, melainkan karena tempat untuk menggelar acara esok hari itu juga berada di tempat yang tinggi di sebuah desa bernama Ketanggung, Sudimoro. Ya, di ujung sanalah tempat kelahiranku. Taman bermain sekaligus laboratorium tempatku belajar tentang kehidupan dengan segala dinamikanya.

Aku sangat yakin, dari keempat orang yang ikut membahas kegiatan training untuk juniorku di sekolah itu, belum ada satupun yang pernah menginjakkan kaki di tanah ini. Meskipun sama-sama asli dari bumi 1001 goa, kecamatan paling timur ini mungkin masih menjadi tempat yang asing bagi mereka.
Aku merasakan kelelahan mereka. Seperti juga yang aku alami ketika harus menempuh tanjakan berkilo-kilo itu dengan kerikil-kerikil yang siap menggelincirkan roda. #Namun bagiku hal itu adalah petualangan yang asyik#. Ditambah sekelumit pesimisme akan keluguan anak-anak yang dihubungkan dengan daya tangkap mereka akan materi yang telah kami rancang, kedua hal itu juga perbedaan suhu pada tengah malam, membuatku merasa iba pada tim yang rela menghabiskan akhir pekannya di desa di pegunungan ini.

Namun semua itu terhapus oleh sambutan meriah esok harinya dari wajah-wajah sumringah dan antusiasme yang besar dari mereka. Rasa iba di hatiku tergantikan oleh kebanggaan luar biasa pada para sahabatku dan pada anak-anak lugu itu yang bahkan menitikkan airmata ketika kami menutup acara.

Akhirnyaaa!!!! Sedikit mimpiku berbagi dengan mereka dapat terlaksana juga. Meskipun aku sepenuhnya sadar bahwa itu bukanlah apa-apa bila dibandingkan dengan jasa para guruku yang datang jauh-jauh dari luar kota demi mendidik murid-muridnya agar menjadi orang yang berguna.
Tapi inilah tangga pertama untuk mendaki impian. Masih ada seribu impian lagi di benakku, juga di benak kawan-kawanku yang pada lain kesempatan akan kami buktikan. Yang pasti, pekikan semangat itu akan selalu terngiang. Mengilhami setiap langkah dalam proses mendaki impian.


Mana semangatmu??
N.Y.A.L.A.K.A.A.A.A.A.N!!!!!!!