Yang paling menakutkan lagi dari perjalanan ini adalah ketika melewati jalur alternatif JLS (Jalur Lintas Selatan) yang hampir sepenuhnya adalah hutan dan tidak ada kehidupan. Tidak ada penerangan sehingga satu-satunya penerangan hanya lampu sepeda motor. Ya, sejauh jarak yang dijangkau lampu sepeda motor itu area yang bisa kami lihat. Jadi tidak jarang kalau agak lengah dan jalan membelok, beloknya hampir kebablasan. Ditambah ngantuk dan capek, juga ransel yang makin lama makin berat. Mana adik saya sempat telat ngoper waktu jalan menanjak. So, mesin motor langsung mati. Tidak ada cahaya sama sekali. Bahkan saya tidak bisa melihat tangan saya sendiri. Hahaha, kalau ingat itu rasanya pengen ngakak.
Gelapnya JLS pada waktu maghrib.
Kebayang kan bagaimana ketika saya lewat sana jam dua dinihari?
Pemandangan Pantai Soge pada siang hari
Jembatan Soge.
Tempat yang
paling terang sepanjang JLS karena di sini ada lampu.
Pantai Soge dilihat dari jembatan.
Barulah setelah melewati JLS saya berani
ngabari ibu kalau saya pulang malam itu. Dengan segenap hati saya menyiapkan
diri untuk dimarahi. Eh, ternyata tidak. cuma dapat pesan, HATI-HATI.
Lepas dari JLS hati ini rasanya plong sekali.
Biarpun sepi tapi sudah di kampung sendiri. Biarpun tangan sudah ndrengkeli, tapi saya sudah makin berani.
Sedikit demi sedikit saya mendekati gerbang
rumah. Bayangan hitam pohon pakel di
depan rumah mulai kelihatan. Semakin besar, semakin dekat. Hati saya makin
buncah. Takbir di mushola kampung masih bersahut-sahutan.
Alhamdulillah, sampailah di rumah. Ibu saya
berdiri membuka gerbang. Tersenyum lebar meskipun setelah itu muncul segudang
peringatan. Dan tindakan berikutnya adalah mengamankan diri, pingsan di tempat
tidur. Aiih, nyaman sekali. Hangatnya berkumpul bersama, nyamannya berada di
rumah orang tua, I’m here‼!
Saya di rumah! Saya istirahat sambil menunggu adzan subuh. Baru ingat kalau
seharian itu saya tidur kurang dari satu jam. Adik saya langsung menuju dapur. Icip-icip
menu lebaran.
Optimizer, hanya Allah sebaik-baik penolong
dan tempat bergantung. Allahu Akbar pokoknya. Segala daya dan upaya adalah
milik-Nya. Saya dan adik tiba di rumah dengan selamat tanpa kurang suatu apa. Berangkat
jam 23.00 kurang, sampai di rumah jam 03.00 dinihari. Kurang lebih satu jam
lebih cepat dibandingkan dengan hari-hari biasa.
Maka Optimizer, kalau sudah niat, yang
diperlukan adalah kebulatan tekad. Ini mah redaksionalnya saya dapatkan dari
mimpi saya suatu hari. Haha! Yang selanjutnya adalah perbaiki niat. Kalaupun
maut menjemput saya di perjalanan, semoga amal terakhir saya menjadi penutup
yang baik. Hiyaa‼
Kalau disuruh ngulang lagi lewat JLS tengah
malam begitu saya nggak akan mau lagi (kayaknya). Syereeeem‼!
Optimizer, ini pengalaman mudik saya kali ini. Kalau kamu, tindakan paling berani seperti
apa yang pernah kamu lakukan?
Gambarnya bagus bagus ya :)
BalasHapusBeberapa kali bersepeda lewat tengah hutan di seberang perumahan, malam malam pas bulan bersinar, wuiii .. sensasainya luar biasa :D
Terimakasih mbak El. Aslinya malah lebih indah. Tapi sayangnya baru tgl 1 syawal, belum purnama.
BalasHapusWah, romantis tuh mbak berdua. :D
Tapi nggak khawatir ada orang iseng kan Mbak di tengah hutan?