10 Desember 2012

where are you going?


Usut punya usut, satu bulan kemarin saya tidak menulis apapun. Tengoklah postingan saya di blog ini bulan November kemarin, maka tidak ada satu coretanpun yang  berhasil nangkring di blog acak-acakan saya. Lantas, kemana saya pergi? Nowhere, but here. Terus ngapain aja? Nah, ini! Tidak bisa saya deskripsikan satu persatu alasan saya yang vakum dari corat-coret. Wehehe, sok penting banget deh! Siapa juga yang peduli saya nulis atau enggak. Siapa juga yang mau nggagas saya ngeksis apa enggak. Lagipula saya juga nggak mau digagas. Nulis atau enggak, itu kepentingan saya.

Well, jujur saya tidak memulai tulisan ini dengan ide tertentu. Meskipun sempat terlintas untuk menceritakan munculnya ide ‘kekasih bidadari’, tapi setelah saya pikir sekali lagi, rasanya tak begitu penting.

Menulis aktivitas saya … Aktivitas saya belakangan ini juga rasanya tak begitu layak untuk di-publish. Yea! Akhirnya jadilah tulisan nggrambyang ini keposting juga. Nah, setelah baca pasti baru ngeh dengan judulnya.

Baiklah, saya sedang tidak punya hati untuk melakukan sesuatu. Hati saya pergi entah kemana saat mengirim pesan tak berbalas padahal saya sangat menantikan balasan pesan itu saking pentingnya. Di kepala saya malah ada slide demi slide yang membuat saya ingin ngamuk. Grzzz‼! Saya ingin makan or**ng! Hufhthhh … ‼ 

L

Ya sudahlah, semoga ada hari baru yang lebih baik.  

Happy blogwalking‼‼

30 Oktober 2012

Ketika Alasan Menemukanmu


Menurut saya, alasan dibuat untuk melindungi diri, agar tidak terjebak pada kondisi tidak nyaman yang tidak kita inginkan. Kita kan tidak ingin melakukan itu, biasanya kita akan mencari-cari alasan agar kita bisa menghindar dan tidak jatuh dalam kondisi yang tidak kita sukai.

Banyak hal yang membuat kita merasa tidak nyaman. Baru-baru ini sih tentang skripsi yang saya alami. Kalau dieja satu-satu, list-nya bisa jadi panjaaaaaang melebihi kereta. Bagi yang pernah mengalami, ya begitulah ketidaknyaman-ketidaknyamanan itu bisa hadir kapan saja.

Nah, paska sidang hari Senin kemarin saya sedikit banyak jadi berpikir dan bertanya-tanya, mengapa skripsi tak kunjung selesai? Tentu saja ini berlaku hanya untuk yang skripsinya nggak selesai-selesai. Bagi yang lancar-lancar saja dan sepenuh hati dikerjakan sih, meluncur terus tanpa ada macet. Biarpun seribu halang melintang. Haha, hiperbolis!

Ya kembali pada pertanyaan tadi, mengapa skripsi tak kunjung selesai? Saya menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Berkaca pada diri saya sendiri, ketika proses mengerjakan skripsi, saya menemukan banyak hal yang membuat saya berada dalam kondisi tidak nyaman. Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, saya tentu tidak ingin berada dalam kondisi yang tidak nyaman. Akhirnya saya membuat alasan-alasan agar saya bisa bisa terhindar dan tidak jatuh dalam kondisi yang tidak saya sukai itu, meribetkan diri dalam mengurusi skripsi.

Tapi - seharusnya saya tulis TTTTAAAAPPIIIII biar lebih mantap - sadar atau tidak, alasan-alasan itu hanya akan menjadi bom waktu yang setiap saat bisa membunuh diri sendiri.

Ketika saya ke kampus dan teman-teman seangkatan sudah tidak ada yang bisa ditemui karena semua sudah lulus, MATI GUE nggak ada temen! Ketika oleh para junior ditanya ini itu, kapan nikah, rencana hidup, dan seterusnya ... MATI GUE anak-anak pada kepo! Ketika orang tua di rumah ngumeng-ngumeng ini itu dan minta 'memaksa' kita untuk segera lulus karena hanya membuang-buang duit padahal kita sendiri belum bisa cari duit dan besok lagi nggak akan dikasih duit kalau nggak segera lulus, MATI GUE! Ketika teman-teman bahkan adik tingkat sudah antri berderet-deret nikah dan kita belum lulus padahal belum diizinkan menikah kalau belum lulus dan niat hati ingin segera menikah (panjang banget kalimatnya), MATI GUE! Ketika, ketika, dan ketika. Hancur deh gue!

Itu kan loe, hidup gue nggak se-ekstrem itu kali! Bokap nyokap gue nggak peduli tuh sama skripsi gue. Lagipula gue udah bisa nyari duit sendiri. Nggak ada yang nuntut gue untuk segera colut dari kampus tercinta gue.

Baiklah, tulisan saya ini hanya berlaku untuk saya sendiri, dan mungkin makhluk-makhluk lain yang nasibnya mirip-mirip saya. Jadi kalau hidup Anda baik-baik saja berarti tidak termasuk dalam golongan ini. Hehehe!

Seperti apa yang saya rasakan, memang tidak enak mengurusi skripsi dan segala tetek-bengeknya. Duduk di depan ruang jurusan karena menunggu dosen yang tidak kunjung datang, mengerutkan dahi karena tidak begitu memahami teori setelah diaplikasikan pada penelitian, ngurusi administrasi yang mengharuskan kita muter-muter mirip setrikaan, amanah di sana-sini butuh perhatian, rapat ini itu yang menyita waktu dan pikiran, dan seribu hal-hal lain yang memicu kita untuk mencari alasan agar ketidaknyaman dalam rangka menyelesaikan skripsi itu tidak mampir dalam hidup kita.

Tapi teman, mungkin sesaat kita bisa fly dengan menemukan alasan untuk tidak mengerjakan skripsi. Bebas untuk sementara waktu. Untuk S-E-M-E-N-T-A-R-A waktu. Namun, tahukah kamu jika di lain waktu, alasan itu bisa membunuhmu? Seharusnya ada yang mengatakan ini ke saya jauh-jauh hari ketika saya meninggalkan skripsi untuk waktu sekian lama. E, eh, kalau tidak salah sepertinya memang ada yang pernah bilang seperti ini. Tapi efeknya hanya nol koma sekian persen ke dalam hati saya yang paling dalam. Hyaa!! Saya merasa bersalah akhirnya. Kalau pada akhirnya nasihat mulia ini saya abaikan, mungkin pada saat itu saya sedang khilaf. Ihihi, cari alasan lagi.

Tapi tetap ada hikmahnya juga sodara-sodara. Dengan kata lain, sebenarnya motivator terbesar dan terhebat bagi diri kita adalah kita sendiri. Nggak peduli orang lain jadi provokator sampai berbusa-busa, semua kembali pada diri sendiri pada akhirnya. Makanya kalau ingin membangun suatu bangsa, dimulainya dari memperbaiki diri sendiri dulu. Sedikit OOT, tapi saya kira masih nyambung. Semua berasal dari hati. Cie, saya tidak mengira kalau saya sebijak ini. #bagi yang mau muntah silakan ke belakang! Ceqiqiqiqiqi!

Jadi tetap, untuk menyelesaikan skripsi dan membunuh alasan-alasan yang tidak masuk akal itu, kembalinya pada niat yang sungguh-sungguh. Ketika alasan menemukanmu, segera kembali pada niat dan mulailah bergerak untuk melaksanakan. Hal ini juga berlaku untuk proses revisi (ngomong sama diri sendiri). Paling tidak saya sudah menemukan kesalahan saya. Tulisan ini juga sekaligus sebagai prasasti yang bisa saya baca sewaktu-waktu jika saya mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya. Tapi jangan lah ya! Masa dua kali masuk ke lubang yang sama. Tidak belajar dari kesalahan sama sekali. Apa gunanya coba menasihati orang lain juga?! Grzhzzzzzzz!!! Iya, saya mengamini kalau ngomong itu lebih enak daripada menjalani. :|
Selain itu, mencari-cari alasan tidak berlaku juga untuk hal-hal kebaikan yang lain. 
#NtMS ≪≪ di bold ben cetho.

Yaa, tulisan saya jadi terlalu panjang deh!
Saya minta maaf untuk yang tidak berkenan dengan tulisan ini. Sekali lagi saya hanya sedang menulis pengalaman saya pribadi dan tidak berniat untuk menyinggung siapapun. Jadi yang kebetulan nyasar membaca tulisan ini, tidak perlu tersinggung atau sakit hati. Piiiisss‼!

27 Oktober 2012

Rum, Mari Merenung Sejenak

Apa mengeluhmu menyelesaikan masalah? TIDAK!
Mengeluh membawamu ke suasana/kondisi yang lebih baik? TIDAK!
Berpangku tangan atau kabur dari kondisi sulitmu sekarang lalu ketika kamu kembali kondisi sulit akan lebih baik? SIAPA YANG MENJAMIN??!!!!
Dear, 
Benarkah dengan kembali pada masa lalu yang membuat kita tenang, aman, nyaman dan tidak mempunyai masalah adalah pilihan terbaik?
Dear,
tahukah kamu bumi akan terus berputar dan baru berhenti ketika tiba hari kiamat?
Begitu juga hidup kita.
Masa lalu adalah masa lalu. Walaupun itu menyenangkan, tidak akan pernah bisa kita meraih masa lalu. Karena hal yang paling jauuuuuuuh dari kita adalah MASA LALU.
Dear, 
Mengapa harus mengeluh dengan kondisi tidak enak yang kamu alami sekarang kalau itu bisa membuatmu menjadi manusia yang lebih baik. 
Sadari Dear, 
Posisimu saat ini sudah lebih baik daripada ketika kamu masih anak-anak dulu, walaupun posisi sekarang belum tentu seenak dulu.
Lalu kamu masih ingin mengeluh, Dear?
Hemm ... mungkin kamu harus berpikir dua kali dulu sebelum melakukannya lagi. 
Dear,
mari merenung sejenak.
♥ you, Dear ....

26 Oktober 2012

Namamu Selalu di Hati


Ini bukan judul roman picisan. Juga bukan judul FTV ataupun drama melankolis. Saya hanya sedikit membuka catatan lama. Baguslah kalau nanti bisa memberi inspirasi. Tsk, padahal saya bukan motivator macam Pak Mario Teguh.

Saat menulis ini saya teringat perjalanan hari Minggu kemarin. Ehm, di atas motor berkecepatan 70 km/jam, tiba-tiba teman seperjalanan saya bicara, yang terdengar di telinga saya begini, “Sorry ya Ndut, tahu nggak kamu kuajak jalan-jalan karena apa? Karena aku lagi pengen refreshing. Kamu pasti nggak akan percaya, aku lagi suntuk gara-gara aku cemburu sama seseorang!”

Motor saya pelankan. Saya beri kesempatan Ping, teman saya itu, untuk mengoceh semau yang dia suka. Biar semua kejengkelan di hatinya dia keluarkan. Karena bagi saya, enaknya orang curhat itu ya didengerin. Hem, mengalirlah semua cerita. Dari Matesih sampai Cemoro Sewu. Bisa kebayang kan panjangnya kalau di tulis? Tunggu dulu, lanjutannya masih panjang sampai berjam-jam nungguin penjual bakso di Cemoro Sewu sana, sampai turun ke Pasar Tawangmangu, sampai sejaman di atas jembatan penyeberangan depan terminal Tawangmangu, sampai menunggu hujan reda di warung makan. Intinya tentang perasaan.

Iya deh, iya. Saya mengerti apa yang kamu rasakan kok, Ping. Bukan berarti saya tidak pernah merasakannya. Justru karena saya pernah tahu rasanya sehingga saya mau menjadi pendengar yang baik untukmu. Ceile, kalau dia membaca tulisan ini, paling dia cengar-cengir. Kalau nggak, berarti saya bersiap kena bogem mentah. Hihi! Ping, izinkan kisahmu kutulis biar menginspirasi banyak orang.

Kembali ke roman picisan dalam catatan lama.

Saya masih punya catatannya di diary yang bertumpuk di sudut kamar. Hal buruk? Bukan. Saya mengaguminya, sama seperti anak-anak muda di belahan bumi yang lain ketika mereka mulai beranjak dewasa dan menyukai lawan jenisnya. Maka mengalirlah semua tentang sosoknya. Lazuardi. Kadang biru, kadang mendung, kadang panas, kadang hujan, kadang berawan. Ya begitulah warna-warnanya, menghiasi lembar-lembar kehidupan saya dan diary kesayangan saya.

Jadi kalau Ping tadi bilang sedang cemburu, ya pastinya saya juga pernah merasakan bagaimana pahitnya ketika Lazuardi digandeng beberapa teman-teman perempuan saya yang jauh lebih innocent daripada saya. Meskipun yang saya tahu Lazuardi bukan tipe orang yang suka memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Lagipula bukan salah Lazuardi kalau dia popular. Hehe!

Tapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya pengetahuan saya, tentunya nggak boleh dong saya terlalu lebay dan mencari-cari alasan agar saya selalu memikirkan Lazuardi. Hidup saya kan sangat berarti, buat apa berkutat pada orang yang saya saja tidak tahu apakah dia pernah memikirkan saya? Tsk!

Untungnya saja, di ujung cerita Ping selama perjalanan hari itu, dia sudah menemukan pencerahan sebelum saya cerita tentang Lazuardi.
“Tapi Ndut, kata seniorku gini, buat apa Ping kamu memikirkan orang nggak jelas kayak gitu? Kamu terlalu istimewa untuk orang seperti dia.”

Saya senang Ping mendapatkan pencerahan akhirnya. Paling tidak dia berpikir dua kali untuk patah hati dan melakukan hal-hal konyol dalam hidupnya. Saya juga bersyukur pada akhirnya saya tidak lagi berkutat pada Lazuardi.

Dari sini saya berpikir kalau-kalau saya bisa membantu teman-teman saya yang seringkali mengalami hal yang sama, bahkan lebih parah. Miris rasanya ketika mendengar semacam ini, Awan kan sekarang tidak lagi beramanah karena kasus VMJ. Ada juga, tahu nggak sih Samudera sekarang mengundurkan diri dari organisasi karena skandal dengan bawahannya. Lho, kamu nggak tahu kalau Azzura, Surya, Bulan, Rose, Jasmine, Bayu, Bintang, dan lain-lain itu juga terjerat kasus serupa? Astaghfirullah. Jadi sedih. Semoga saja mereka mendapatkan pencerahan seperti yang saya dan Ping dapatkan.

Pada akhirnya Ping mengirimi saya pesan pada malam harinya. “Minta do’a terbaiknya ya, Ndut. Biar sama Allah juga dikasih yang terbaik.”

Iya Ping, Allah Sang Pemilik dan Pencipta. Rabb tempat kita meminta apa saja. Yang Maha membolak-balikkan hati kita. Bukankah Dia sudah berjanji untuk memasangkan orang baik dengan orang baik? Tugas kita Ping untuk memperbaiki diri. Keep istiqomah! Maka dalam ukuran kita, rasanya lebih adil kalau kita memperbaiki diri sebelum kita meminta dari-Nya sesuatu yang baik.

Setelah ini, mungkin saya akan sangat jarang bertemu dengan Ping dan berbagi cerita lagi dengannya. Namun, semoga saja kebaikan selalu menyertai kita. Dan setelah ini, kita tidak lagi disibukkan dengan nama seseorang yang terukir di sudut hati.

Ping, terimakasih cerita dan inspirasinya. J

Teror di Hari Raya


Teror? Serem banget judulnya? Ah, bukan itu maksud saya. Hanya menulis sesuatu saja yang membuat saya bisa rileks dan damai. Haha, apaan sih?

Paska Sholat Ied di Masjid Nurul Amal pagi ini, tidak ada pilihan lain selain mojok di kamar dan klak-klik nggak jelas. Hohoho, alangkah nggak jelasnya hidup saya ini. Yaa … tidak separah itu juga sih. Sudah menjadi pilihan saya untuk tidak mudik di hari raya Idul Adha 1433 H ini. Jadi, ya lebih baik menikmati pilihan itu dengan baik.

Ada banyak hal yang bergejolak di benak saya beberapa hari terakhir ini. Menjelang sidang skripsi saya hari Senin besok, bukan membuat saya tenang dan serius mempersiapkan diri dengan baik. H-3 saya belum mempersiapkan slide untuk presentasi. Toeng! Pikiran saya entah pergi kemana. Rasanya lebih asyik menikmati dunia saya sendiri dengan novel-novel di rak buku itu atau utak-atik kamus, atau corat-coret Hangeul yang sampai hari ini juga belum lancar. Tidak heran di siang bolong kemarin, saya bermimpi yang aneh. Dalam mimpi saya, naskah ujian skripsi saya itu salah cetak. Dosen saya geleng-geleng karena satu jilid naskah skripsi saya terselip teks-teks Hangeul yang beliau tidak mengerti artinya. Saya meringis, tidak hanya meringis di dalam mimpi saja. Bahkan sampai sekarang kalau ingat mimpi itu saya terkikik sendirian. Hyaa … apakah saya sedang tertekan? Oh my God! Inikah rasanya menjelang ujian? Inikah rasanya underpressure? Atau apakah nama perasaan ini? Huah! Saya jadi pengen pulang. Mumpung kostum sholat Ied tadi belum dilepas, mumpung masih pagi, mumpung jalanan belum ramai, mumpung di kos juga cuma sendiri! Pikiran gila macam apa sih ini?

Ya, ujung-ujungnya saya berdiam diri. Merefleksi diri. Apakah yang membuat saya bahagia? Apakah saya telah memilih jalan yang benar untuk hidup saya? Apakah saya sudah jadi anak yang berbakti? Apakah saya sudah jadi teman yang baik? Apakah saya sudah berprestasi? Apakah … apakah … apakah … apakah … apakah …. Dan akhirnya saya memutuskan bahwa saya harus keluar untuk mencari sesuatu yang membuat saya tidak kelaparan. Sungguh tidak nyambung dengan refleksi yang barusan saya lakukan. Hahaha! Kesimpulannya adalah banyak mikir membuat saya jadi lapar.

Sudahlah … *sambil makan* di hari mulia ini, saya sudah memutuskan untuk melakukan yang terbaik apa pun yang bisa saya lakukan. Tidak bijaklah kalau saya menjadi manusia yang nggak jelas seumur hidupnya. Banyak impian saya yang belum tercapai *buka-buka diary*, banyak lagi yang masih harus saya lakukan. Saya tidak ingin menyesal di kemudian hari.

*cepat-cepat menyelesaikan makan, buka naskah skripsi, bikin slide presentasi. E,eh, ngupload tulisan nggak jelas dulu!*

[O.o]

9 Oktober 2012

Tidak Menyapamu Sampai Batas Waktu Yang Tidak Ditentukan


Saya sedang banyak ide malam ini. Sampai-sampai belum berganti berkostum saya lakoni. Haha … tidak apa-apa. Mumpung saya masih punya kata-kata yang bisa dituliskan.

Tidak menyapamu sampai batas waktu yang tidak ditentukan, kalimat ini saya copas dari wall teman. Kebetulan saja, sebelumnya saya juga sempat ngobrol dengan adik perkara sapa-menyapa.

Ada tetangga saya, bahkan saudara dekat, yang tidak mau menyapa keluarga kami. Sudah sejak lama. Perkaranya karena dia salah paham saja. Miss communication. Akan tetapi dia tidak mau tabayun dan keburu mutung ketika keluarga saya mau menjelaskan duduk perkaranya. Sampai sekarang tidak mau menyapa. Sapaan kami, senyum kami, dia tidak mau meliriknya sama sekali. Bagaimanapun kami tetap berusaha tersenyum karena sapa dan senyum kami tidak berbayar. Dia dan keluarganya memutuskan secara sepihak Tidak menyapamu sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Aduh, jadi banyak pertanyaan yang ingin saya lontarkan ke orangnya secara langsung ~ andai saja dia tidak selalu membuang muka jika ketemu. Kadang-kadang dia juga sedikit keterlaluan, tidak menyapa, tidak tersenyum, bahkan mengajak tetangga yang lain untuk tidak menyapa dan menyenyumi keluarga saya. Aduh duh duh duh! Bahkan anaknya yang paling kecil dilarang larang untuk tandang ke rumah saya, untuk makan di rumah saya, untuk menyapa ibu saya yang notabene adalah buliknya. Ckckckckck! Astaghfirullah. Saya makin tidak mengerti saja.

Saya cuma mau tanya, prinsip ini, di sisi manakah kebenarannya? Bukankah lebih baik menyampaikan maksud hari kita kepada orang lain agar orang lain bisa memahami kita dan kita bisa memahami orang lain? Bukankah kita juga bisa mengusahakan untuk menjadi manusia yang berlapang dada? Bukankah ... bukankah ... bukankah .... 

Skripsi Jadi Monster


Monster seringkali diasosiasikan dengan hal-hal yang menakutkan. Selain monster, istilah yang diserupakan dengan sesuatu yang menakutkan adalah ‘hantu’. Jadi sebenarnya saya bisa saja memberi judul tulisan ini dengan skripsi yang jadi hantu, atau skripsi yang menghantui. Ah, tapi terlalu serem bukan kesannya? Tidak akan saya lakukan kalau begitu. Pada kenyataannya, skripsi bukanlah hal yang menakutkan.

Masa iya sih?

Kalau dipikir-pikir iya juga ya.

Nah lho? Kok yang nulis sendiri masih ragu-ragu?

Masalahnya saya juga sempat dan pernah memikirkan, bahkan mungkin sekarang masih menganggap, skripsi itu adalah momok ~ tujuan saya menulis ini sebenarnya adalah untuk berbagi agar ketakutan saya terhadap skripsi itu bisa terkurangi.

Memang skripsi semenakutkan apa?

Bagi yang belum pernah menyusun skripsi, pertanyaan ini untuk menjawab rasa ingin tahu. Bagi yang sudah mengalami dan dulu fine-fine saja, pertanyaan ini sekedar untuk menggelitik para pelaku eh, penyusun skripsi. Bagi yang mengalami seperti saya, ikut mengamini apa yang saya tulis. Begitu?

Tidak, tidak sengeri itu. Dari pengalaman saya pribadi, ketakutan itu hanya dihasilkan oleh prasangka saya akan hal-hal yang belum saya lakukan. Hal-hal yang belum saya lakukan tersebut terus saya pikirkan dan saya membuat alasan yang berupa prasangka-prasangka yang membenarkan bahwa ketakutan saya itu akan terjadi. Jadi saya merasa benar-benar takut itu akan terjadi. Berarti jika saya tidak memikirkan bahwa skripsi itu menakutkan dan saya berhenti berprasangka ~ saya lakukan saja apa yang harus saya lakukan ~ maka skripsi jadi tidak menakutkan!

Sebenarnya memang tidak ada yang perlu saya takutkan. Dosen pembimbing saya baik, mudah ditemui, kooperatif. Saya tidak perlu takut apa-apa, sungguh. Tapi seringkali saya membuat prasangka sendiri, mencari-cari alasan sendiri.

Memang pernah dalam prosesnya, saya mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan. Sebut saja ketika dalam satu bulan saya harus bolak-balik ke dinas di kabupaten yang jaraknya tempuhnya empat jam pulang pergi, tanpa hasil apapun. Bahkan saya disana di-underestimate habis-habisan oleh dokter yang tidak menerima desain penelitian saya ~ yang menurut saya sedikit arogan. Saya juga harus naik turun gunung untuk menemui informan saya yang tersebar di desa-desa. Tapi ternyata kalau semua itu dijalani, sekarang sudah selesai. Bayangkan kalau saya hanya membayangkan hal-hal tersebut. Bayangkan kalau saya hanya berprasangka dan membuat skenario sendiri. Hem, barangkali bisa menjadi seratus kali lebih seram dari kenyataan. Tapi, Allah berjanji kok bahwa bersama kesulitan ada kemudahan. Saya pernah mengalaminya. Bersama kesulitan ada kemudahan.

Ya memang, skripsi bisa jadi monster kalau hanya dibayangkan dan membuat prasangka-prasangka tanpa mau mencoba untuk menjalani tahap-tahapnya. Lebih baik dikerjakan setahap demi setahap agar terasa lebih ringan ~ jika itu dianggap berat. Kerjakan dulu pelan-pelan. Karena saya tidak ingin pengalaman pahit saya ikut Anda rasakan. Hehehe!

Skripsi tidak seharusnya jadi monster. Bahkan saya punya nama yang manis lho biar nggak terlihat makin serem. Nama lain yang lebih manis itu adalah SWEETSKRIPSI. So sweet kan?!

Selamat berjuang untuk teman-teman yang sedang menyusun skripsi. Daebak!

7 Oktober 2012

Kringgg‼‼ Dua Kali Dua Tujuh


Mengawali tulisan tidak penting ini, saya menggunakan kata “Kringgg‼‼”. Biasanya kata ini merujuk pada nada dering telepon ketika sedang ada panggilan masuk. Kalau dalam daftar ringtone telepon genggam jaman dulu, biasanya nada yang berbunyi kriingg  ini dinamai vintage atau old.

Nah, ketika ada bunyi kringgg di telepon genggam saya, berarti ada yang sedang memanggil dua kali dua tujuh (anggap saja nada dering saya adalah kringgg). Dua kali dua tujuh itu adalah nomor saya sejak punya telepon genggam pertama kali.

Ada cerita, ketika suatu hari seorang teman menelepon saya dan setelah bertemu dia muring-muring. Ternyata penyebabnya adalah setelah melakukan panggilan ke nomor dua kali dua tujuh, pulsanya tersedot habis. Itu nomor apa sih? Beda operator ya sama punyaku? Kenapa nggak bilang dari dulu?  Bla bla bla bla …. Hem, nasib mahasiswa pecinta sejenis. Maksudnya kalau melakukan panggilan ke nomor yang operatornya sejenis tarifnya lebih murah. Jadi dia tidak perlu mengeluh ke saya kalau pulsanya sekarat. ^^v

Kata dia nomor saya sulit dikenali. Dipikirnya nomor dari operator yang sama, jadi asal pencet saja, calling, dan baru sadar kalau setelah itu cek pulsa, jengjeeeeng‼ Pppuuullsaaaakuuuuuuuuuu‼‼‼‼‼‼‼! Endingnya dia protes. Buruaaaan ganti nomeeerrr‼‼ OGAH!

Hehehe. Sejak saya punya telepon genggam, saya memang jarang berganti-ganti nomor. Jika saya mempunyai dua simcard atau lebih, pasti nomor saya yang permanen ya tetap dua kali dua tujuh. Simcard saya yang lain sifatnya lebih temporer dan hanya dipakai kalau sedang dibutuhkan saja. Dan sudah saya komunikasikan ke teman-teman lama bahwa nomor saya tidak pernah ganti ~ selama saya masih suka ^^v

Saya memutuskan untuk tetap setia pada dua kali dua tujuh, dengan alasan teman-teman lama yang jarang bertemu bisa berkangen-kangen ria dengan saya. Menelepon untuk sekedar say hello dan sebagainya. Walaupun sekarang ini banyak jejaring sosial yang bisa menghubungkan saya ke mereka dan mereka ke saya, tapi ada feel-nya sendiri kalau kita berbicara lewat telepon. Karena itulah saya setia dengan dua kali dua tujuh saya.

Kriiiiiiinggggg‼‼! 

2 Oktober 2012

Lebih Baik Diam Saja

Kadang-kadang diam itu lebih baik, ketika sekeliling kita ternyata semrawut, kacau balau. Jika dengan bersuaranya kita, kekacau-balauan itu akan semakin parah. Kadang-kadang, saya juga lebih memilih diam ketika lawan bicara tak bisa lagi menerima argumen kita, seberapapun logis dan solutifnya. Diam, mengurut dada. Begitu juga ketika saya melihat arogansi yang tidak bisa saya lawan dengan fisik maupun kata-kata. Pilihan terbaik saya, pergi ke belakang, dan menumpahkan kedongkolan itu dengan seliter airmata.

Arogansi dalam bentuk kata-kata lebih menusuk, dalam, … dan sakit. Sungguh tidak asyik.
Sebab musababnya, apalah yang saya tahu. Sebuah kebanggaan atas status barangkali. Sebuah kedengkian juga bisa jadi. Bukankah lidah memang tak bertulang? Dan saya kira, ada salah satu hal yang menyebabkab arogansi dalam bentuk tersebut di atas, tiba-tiba meluncur deras bak anak panah yang lolos dari busurnya.

Dan menjadi korban dari sebuah kearogansian, hem … itu lebih tidak asyik lagi.

Barangkali tidak penting bagi saya untuk menggali sebab, mengapa orang-orang itu menjadi sangat percaya diri mempertunjukkan arogansinya. Barangkali juga, diam adalah lebih baik untuk saya. Buat apa saya membalasnya jika hanya akan menambah semrawut dan kacau balau? Buat apa menghabiskan energi untuk meladeni sebuah pertunjukan arogansi?  Kata-kata, argumen, pembelaan, lebih baik disimpan karena tak akan bisa dimaklumi oleh orang-orang yang tidak mengerti. Saya tak perlu bicara prinsip, oh apalagi itu.

 Bukankah lebih baik diam?

Bagi saya, diam bukan berarti tidak berbuat apa-apa. Saya hanya mengurangi waktu yang tidak berguna untuk meladeni hal-hal yang sama tidak bergunanya itu. Buat apa? Toh saya, tidak perlu membuktikan segala sesuatunya dengan kata-kata. Saya diam, tetapi melakukan aksi nyata. Kehidupan yang sudah Allah berikan untuk saya, adalah anugerah tersendiri yang harus saya syukuri dengan melakukan sesuatu yang positif dan bermanfaat. Biarkan jika mulut mereka tetap menganga. Biarkan seribu kata tak berguna terlontar sia-sia. Kata tak perlu dibalas kata. Itu makna diam untuk saya.

Semoga dengan diam, saya tidak akan melakukan hal buruk serupa kepada manusia lainnya.

28 September 2012

(bukan) Soulmeter

Meskipun saya bukan penulis, tapi saya ingin tetap menulis. Seperti tulisan-tulisan provokatif Tere Liye dalam fanspage-nya.


menulislah, karena yakin tulisan kita bisa merubah. menulislah, karena yakin tulisan kita bisa menghibur.menulislah, karena yakin tulisan kita bisa menemani.

kita tdk pernah tahu. boleh jadi di sana... di salah-satu gedung tinggi, apartemen2, padatnya kota hongkong, di sebuah kamar sempit, lelah setelah bekerja sepanjang hari, dimarahi majikan, kangen negeri sendiri, ada seseorang yg tertawa, menangis, tiba2 merasa begitu bersemangat, memiliki inspirasi, setelah membaca tulisan kita. salah-seorang saudara kita yg jadi TKW. blog, MP, notes kita menjadi penghiburan.

kita tdk pernah tahu. boleh jadi di sana... di kolong jembatan, kota yg panas, tanah dgn onta dan korma, di balik dinding kardus. lelah setelah berminggu terkatung menjadi imigran tdk diinginkan, ada seseorang yg tertawa, menyeka pipi, buncah oleh pengharapan, setelah membaca tulisan kita. salah seorang saudara kita yg jadi buruh imigran di arab, terusir seperti gelandangan, tdk ada yg mau mengurusi. blog, MP, wordpress, notes kita menjadi teman.

kita tdk pernah tahu. boleh jadi, ibu2 buronan besar itu, yg hampir dua tahun minggat, bersembunyi di negeri orang, selalu melepas kerinduan atas tanah air dari rumah kontrakannya, dengan membuka blog, MP, wordpress, notes kita. bahkan tdk sabaran kapan cerbung kita akan bersambung, hendak menyapa takut ketahuan lokasinya.

menulislah, dgn keyakinan bahwa itu bisa merubah, menghibur dan menemani. jangan pedulikan jumlah komen, jumlah like, jumlah pengunjung. menulislah! karena dunia ini akan jauh lbh baik jika semua orang pintar menulis--bukan pintar bicara.
 menulislah!


Sehingga saya ingin menulis dan terus menulis, bergabung dengan komunitas menulis, dan tulisan ecek-ecek saya pernah beberapa kali nangkring di antologi menulis.
Tapi, itu belum ada apa-apanya. Tidak ada yang bisa membuat saya jadi seorang yang profesional tanpa belajar dan sesekali membuat kesalahan.
Oleh karena itu, saya ingin menulis kembali (melanjutkan) cerita yang pernah saya rancang beberapa bulan yang lalu. SOULMETER pernah saya posting bulan Februari. Seberantakan apapun, sesederhana apapun, kisah ini akan saya lanjutkan. Yup! Bismillah. Mari menulis! :)

Tragedi Hilangnya Buku Oren


Judulnya sedikit berlebihan. Tapi itulah kata-kata yang saya temukan.

Baru saja saya sharing tentang sidang yang mau tidak mau harus saya jalani. Setelah sharing, saya memiliki elan lagi untuk kembali membuka file-file skripsweet yang sudah seminggu hanya dibolak-balik tanpa ada revisi. Ya, saya masih semangat empat-lima ketika pagi harinya, saya (lagi-lagi) masih mantengin monitor dan mengecek halaman satu persatu untuk memastikan bahwa saya tidak salah mengisi daftar isi.

Setengah jam dari waktu yang saya janjikan untuk bertemu pembimbing, draft yang saya utak-atik sejak tadi malam sudah berhasil saya print dan taraaa! Saya siap menghadap. Akan tetapi ... tunggu, saya melewatkan sesuatu. Buku oren saya ... dimana? Brak! Setumpuk draft yang baru diprint saya taruh dengan kasar, dan mulailah pencarian saya kesana kemari dengan mengobrak-abrik seisi kamar. Nihil! #Saya harus segera berangkkaaat!! 

Dengan menyeret langkah akhirnya saya berangkat. Sembari berharap buku itu bisa saya temukan kembali.

Tapi apa mau dikata, pembimbing saya belum mengizinkan saya untuk sidang. Masih menunggu buku itu ditemukan. Sepulang dari bertemu pembimbing, berkali-kali saya obrak-abrik kamar. Tetap saja nihil. Bahkan dua kali saya ke warnet dan ke rental untuk memastikan saya tidak meninggalkan buku tersebut di situ. Tetap saja nihil.

Ya ... bagaimana lagi??
Bagaimanapun saya sudah berusaha, meskipun hasilnya nol. Saya masih berharap buku itu kembali dan saya bisa mendapatkan izin untuk sidang.

26 September 2012

Selangkah Lagi


Mendadak merasa minder dengan karya sendiri. Kenapa? Ah, mana saya tahu. Hanya tinggal selangkah. YUP! SELANGKAH LAGI! Maju sekali lagi untuk mendapatkan legalisasi atas kata 'iya'-nya lalu mencari timing yang tepat untuk menuju meja 'pembantaian'. Ah bukan! Meja sidang .... Bukan juga! Emm, semacam tempat menyeramkan dimana aku berdiri selama beberapa menit dan menjawab pertanyaan-pertanyaan. Aigoo! Sebenarnya tidak terlalu menyeramkan bukan?! Aduh, istilah apa yang tepat untuk menggambarkan kengerian itu. Tunggu, tunggu! Kenapa harus terjebak pada istilah kengeriannya?

Coba pikirkan sekali lagi. Pertama, pejamkan mata. Tarik nafas dalam-dalam. Adakah yang salah dalam langkah pertama ini. Tenang, tenang. Tenangkan dirimu. Kedua, coba jawab pertanyaan-pertanyaan ini. Siapakah yang mengerjakan semua itu? SAYA! Siapakah yang lebih tahu susunan lembar-lembar itu? SAYA! Punya siapakah karya itu? SAYA! Lalu apa yang kamu takutkan dari proses yang seharusnya kamu jalani? WAJAH KETUS, PERTANYAAN YANG RUMIT, TANGGAPAN YANG 
BOMBASTIS, REVISI YANG BANYAK, ... ya saya tidak siap menghadapi kejadian beberapa bulan yang lalu. Saya pernah dilecehkan terkait desain yang saya buat. Nah, sekarang benarkah sikapmu untuk berdiam diri 'mendiamkan diri' dan karyamu terbelenggu dalam cara berpikirmu yang sempit itu?

Tentu saja TIDAK!
Tapi saya perlu waktu untuk berpikir.
.........................................................................

Hem, pulanglah! Pikirkan baik-baik tentang dirimu, masa depanmu, orang-orang di belakangmu dan semua yang berkaitan dengan itu. Lalu kembalilah ke sini dengan pikiran yang baru. Impian-impianmu yang tertulis dalam kertas itu, menunggu realisasimu dengan bergerak maju. Selangkah lagi, ayo maju! Maju!

21 September 2012

Surat untuk Bela


Bela, kalau punya kenang-kenangan indah dan berkesan susah ya buat dilupakan?? Kita sama. Apalagi di SMP beban pelajaran tidak seberat di SMA. Apalagi di SMP sudah punya teman-teman yang asyik dan saling memahami satu sama lain. Apalagi di SMP, punya guru-guru yang sayaaaaang banget sama murid-muridnya. Pokoknya nyamaaaan banget. Merasa disayang, merasa diperhatikan, merasa mendapatkan kebersamaan. Bukan begitu?

Nah Bela, ketika kita semakin gede, kita punya tantangan hidup yang semakin meningkat. Tantangan itu memang sudah seharusnya ada. Coba bandingkan adik kamu yang masih TK dengan kamu yang sudah SLTA, beda kan kebutuhannya? Beda juga kan cara berpikirnya? Tentu adik TK itu kalau minta mainan harus dituruti. Tidak peduli mamanya nggak punya uang, tidak peduli mainan itu mahal, tidak peduli mainan itu sebentar lagi cepat rusak. Pokoknya yang dia mau hanya mainan itu saja. Tidak peduli apa-apa di sekitarnya. Kita yang sudah SLTA tentu akan memikir ulang, apakah mainan itu bermanfaat bagiku atau tidak. Apakah uangku cukup untuk membeli mainan itu? banyak sekali pertimbangannya, hingga akhirnya kita memutuskan untuk tidak membeli mainan itu karena kita lebih butuh yang lainnya (beli buku misalnya).

 Bela, hehehe maaf jadi keman-mana. Intinya, sekarang posisi kamu sudah berbeda, kebutuhan kamu sudah berbeda. Biarlah kenang-kenangan itu tetap abadi dalam hati kita, yang bisa kita panggil kapan saja kalau kita sedang membutuhkannya. Tapi jangan terjebak pada satu kenangan itu sehingga kita tidak mau untuk mencari kenang-kenangan yang lain. Pada awalnya mungkin tidak betah berada di lingkungan baru, dengan orang yang baru, yang sama sekali tidak kita kenal (bahkan kadang pasang wajah angker). Akan tetapi, kita harus tetap berada di situ. Untuk apa? Untuk mengembangkan diri kita agar jadi manusia baru yang lebih baik. Nah, mengapa Bela tidak mencoba mencari kawan yang baik dan mulai mencintai mereka sehingga kalian bisa membuat kenang-kenangan baru seperti dulu di SMP? :)

Untuk adik-adik yang lain juga, yang belum betah dengan sekolah barunya dan tempat kos yang baru, cobalah lihat dirimu dan sekelilingmu, ada banyak hal baru yang harus dicoba lho! Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler misalnya, bikin kamu tambah teman dan tambah ilmu. Saya dulu juga ikut kegiatan-kegiatan seperti Pramuka, pecinta alam, kegiatan Islam, PMR, Jurnalistik, dst. Nah, hal-hal itu akan membantu kita untuk menjadi orang yang baru.

So, Sekolah baru????? Asyik tauuuu!!! :D
Selamat berjuang Bela! ;)

18 September 2012

The Power of 2000



Istilah ini saya dapat dari adik tingkat yang satu kos dengan saya. Waktu itu dia pulang dari silaturahim ke kos yang lama. Kemudian oleh-olehnya yang berupa sekarung cerita itu dibagi-bagi dengan saya. Saya terima sajalah, meskipun hanya cerita. Siapa tahu saya mendapat ilmu atau inspirasi dari cerita itu.
Nah, ternyata niat saya menjadi pendengar yang baik tidak sia-sia. Saya jadi terinspirasi oleh istilah yang barusan saya tulis menjadi judul coret-coretan ini, The Power of 2000. Apa tuh?

Cerita punya cerita, adik saya barusan diceritani temannya tentang the power of 2000 ini. Seorang teman dari temannya teman kos saya itu dia rajin menabung. Setiap mempunyai lembaran uang 20.000 ia masukkan ke dalam celengan. Tidak peduli dua puluh ribuan yang masih baru atau yang sudah lecek. Pokoknya ia tidak bisa untuk tidak memasukkan selembar 20.000 ke dalam celengan.
Dari sini saya belajar, mengapa saya tidak mengambil inspirasi dari amal baik ini dan menerapkannya dalam kehidupan saya sendiri? Ya meskipun selama ini sebenarnya saya pernah melakukan hal itu dan belum ada yang berhasil.

Akhirnya dengan segenap keberanian saya memulai. Awalnya saya bingung untuk menyimpan uang saya nanti di mana. Kalau di dalam dompet, wah itu sih sama saja. Saya hanya akan menyimpannya sampai besok pagi untuk beli sarapan. Ya kalau tahan sampai besok pagi, dan sepertinya memang tidak akan bertahan hingga besok pagi. So, menyimpan dengan memakai dompet? Impossible!

Lalu saya beralih ke toples-toples bekas. Ah, tidak ada yang menarik. Lagipula toplesnya sudah usang dan tidak layak jadi celengan. Toples, lewat! Terpikir untuk beli. Adik saya juga baru beli celengan lucu warna ijo yang berbentuk hati. Tapi harganya lumayan juga. Belum-belum sudah beli celengan, bagaimana dengan uang yang mau ditabung? Ah, beli celengan baru akhirnya juga lewat. Saya harus kreatif, cari celengan yang murah, mudah, aman dan representatif. Hehe!

Aha, akhirnya ketemu juga. Sssst, barang antik yang akhirnya saya temukan tidak usah saya ceritakan. Pokoknya ini adalah salah satu barang antik koleksi saya. Dijamin murah dan ya, emm aman. Barangkali aman dari tangan saya nantinya. Dan sedikit bocoran, namanya adalah HAZELNUT.

Kenapa pakai nama itu? 
Saya suka aja, begitu jawabannya. Pokoknya namanya hazelnut dan tidak ada yang boleh protes.

Daaan, yiha! Akhirnya saya memulai aksi the power of 2000 di bulan September ini. Lembar pertama 2000an yang masih lumayan baru masuk ke dalam celengan! Plung!

Eh, 20.000 apa 2000 sih? Kok nol-nya kurang satu? Iya, kalau saya belum berani nambah satu nol lagi di belakanganya. Dengan kebutuhan saya untuk persiapan sidang skripsi ini, saya tidak muluk-muluk untuk nyelengi 20.000 per hari. Cukup dari 2000 dulu.

Lho, kalau 20.000 ribu, lima hari saja sudah dapat 100.000? Kan cepet nanti banyaknya.
Iya sih. Bener juga. Tapi baru memulainya saja saya sudah mengapresiasi diri sendiri. Jadi mulai dari yang kecil-kecil dulu saja. Saya ingin membuktikan pada diri sendiri kalau saya bisa konsisten dengan niat saya untuk menabung. Suatu saat nanti, barangkali kalau pendapatan saya perhari sudah melebihi 100.000 atau 500.000 saya berani menarget lebih banyak.

So, akhirnya hazelnut hanya menerima 2000 per hari? 
Iya, begitulah. Tidak per hari sih, ya setiap ada lembaran 2000an hazelnut akan mendapatkan jatahnya.
Kadang-kadang sih saya berat melakukannya. Kalau saya sedang sangat butuh dan tidak ada cara lain, hazelnut terpaksa tidak saya beri makan. Biarlah dia tunggu lembar 2000an keesokan harinya. 

Lalu, kalau nanti hazelnut sudah penuh kira-kira mau buat apa? 
Buat apa ya? Hem, saya punya banyak impian. Saya ingin suatu saat nanti hazelnut bermanfaat untuk membantu mewujudkan impian itu. Yang jelas hazelnut itu nanti manfaatnya bisa dirasakan oleh orang-orang yang saya cintai juga.  

ah, khayalan tingkat tinggi rupanya. 
Ehehehehe, bukan begitu. Saya hanya ingin belajar dulu, menata diri supaya saya bisa memetik buah dari apa yang saya tanam. Semoga niat saya dicatat sebagai salah satu kebaikan. Dan the power of 2000 benar-benar bermanfaat. Bismillah!

13 September 2012

Risma, Karisma dan Harapan

Ini pembicaraan kami yang kesekian tentang perjalanan dakwah di sekolah dan alumni Risma. Pembicaraan yang ujung-ujungnya hanya menghasilkan kegalauan dan pertanyaan 'apa yang bisa kita bantu?' hanya terjawab dengan 'kita bantu dengan doa'. Menyedihkan bukan?


Sejak menjadi alumni Risma, saya baru tiga kali (yang ingat) bertandang ke pertemuan alumni yang rutin diadakan pada bulan Syawal (H+5 Idul Fitri versi pemerintah). Itu pun karena ajakan 'paksaan' teman-teman akhwat yang dulu satu perjuangan berada di Risma. Kini mereka yang sering mengajak saya sudah memiliki kondisi yang berbeda (yang satu sudah menikah dan dalam keadaan hamil sehingga tidak memungkinkan untuk terlalu moving sedangkan yang satu lagi terjebak pada profesinya yang menuntut dia hadir selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu). Bayangkan, dia sudah hampir tidak bisa ditemui. Dan tanpa mereka, saya terlalu minder untuk berhadapan dengan para junior dan senior yang hadir dalam pertemuan itu. Sebenarnya bukan ditekankan pada mindernya, tapi lebih pada males nggak punya temen yang nyambung kalau pas pertemuan sehingga terkesan seperti bolang *bocah ilang*.


Kembali kepada kegalauan yang sering tidak terjawab itu. Sebenarnya baru saja  saya membaca note Karisma tiga tahun yang lalu (2009) yang isinya bahwa di Pacitan sendiri ada Karisma ikhwan yang akan mengadakan pertemuan rutin untuk menghubungkan Karisma yang di luar Pacitan dengan adik-adik Risma yang ada di Pacitan. Namun itu tidak pernah saya temui. Selaku alumni yang ada di luar Pacitan, saya tidak pernah menerima informasi apapun dari Karisma yang sering mengadakan pertemuan rutin di Pacitan itu. Atau jangan-jangan mereka sudah tidak rutin pertemuan lagi? Ah, semoga saja tidak. Semoga saja saya yang ketinggalan informasi sehingga tidak pernah tahu.

Lalu kegalauan kami berlanjut pada pertanyaan 'apa yang bisa kita berikan?'. Posisi kami saat ini berjarak jauh dengan sekretariat Karisma. Dan kami di sini dengan amanah kami yang juga tidak terbilang sedikit. Lagi-lagi itu juga belum terjawab. Teman saya kemudian berjanji akan menghubungi mahasiswa yang ada di Surabaya. Mengajak mereka untuk diskusi dan menyumbangkan pemikirannya untuk Risma. Saya  ingin sekali mengaktifkan forum IMMP.  Menggagas lagi kegiatan seperti kegiatan TMB sembilan bulan yang lalu. Pertanyaannya, Mungkinkah?

Entahlah, semoga yang sedikit ini setidaknya bisa menambah perbaikan ke depan. Karena berdasarakan kabar dari teman saya yang kemarin ikut halal bihalal, bahwasanya adik-adik pengurus Risma masih bersemangat untuk menuntut ilmu dalam forum-forum lingkaran kecil. Syukurlah. Dengan 'sisa-sisa' semangat itu, dan juga semangat kami yang se-visi, semoga bisa bangkit kembali masa-masa gemilang itu.

Harapan itu masih ada, bukan?

8 Agustus 2012

Warna-Warni Ramadhan 2


Long bumbung, Petasan dan kembang api
Maraknya kembang api di bulan Ramadhan tak hanya ada di kota-kota. Tapi juga di kampungku yang berada nun jauh di bagian timur Kabupaten Pacitan sana. Kalau jaman dulu petasan lebih ngeksis di bulan ramadhan, sedangkan kembang api lebih seru kalau dinyalakan pada malam Raya. Tapi seiring berjalannya waktu, petasan sudah jarang-jarang dinyalakan oleh anak-anak. Sekali duar-duer, orang se-musholla bakalan heboh dan jerit-jerit memprotes mereka yang iseng ‘mengganggu’ jamaah shalat tarawih.
Long tidak jauh berbeda dengan petasan. Katanya, long juga berarti petasan. Long bumbung adalah petasan yang terbuat dari batang bambu. Bambu dipotong, diberi lubang pada salah satu sisi ujungnya. Cara membunyikannya adalah menyulut minyak tanah yang sudah dimasukkan pada lubang tadi dengan api, kemudian ditiup. Bummm‼! Bunyinya dahsyat, menjangkau jarak berkilo-kilo meter.
Tapi sekarang long bumbung sudah nggak ngeksis lagi. Minyak tanah mahal, pren! Daripada buat beli minyak tanah buat bunyiin long, mending ditabung nggo sangu bodo. Hehe!

Asmara subuh
Gaya abg labil jaman dulu. Jalan-jalan pagi habis subuhan di musholla, sambil larak-lirik cewek/cowok ‘yang dianggep’ kece sekolong langit. Aduuh‼ Astaghfirullah! Puasa-puasa bukannya memperbanyak baca Qur’an atau minimal pagi-pagi menyapu halaman atau mencuci piring bekas sahur semalam, tapi malah jalan-jalan. Mending kalau bener-bener olahraga yang menyehatkan badan dan membuat puasa jadi tambah produktif. Kalau yang ini, biasanya habis jalan-jalan udah capek duluan. Jadi bukannya malah produktif, tapi habis jalan-jalan langsung tepar di atas kasur.

Baju Baru
Baju baru.. Alhamdulillah
tuk dipakai.. di hari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Ku tak marah kepada papa 

Iya, Alhamdulillah kalau pas ada rejeki bisa buat beli baju untuk lebaran. Memang sunah kan pakai baju terbaik saat pergi shalat Idul Fitri. Nah, kesempatan buat nyoba baju baru pertama kali. Namanya juga momen setahun sekali, pasti senangnya bukan main.  

Soto
Sampai sekarang aku tak tahu, di mana letak keistimewaan makanan yang satu ini sehingga menjadi hidangan favorit saat momen silaturahim di hari raya Idul Fitri. Padahal racikannya sederhana saja. Irisan kubis, irisan tahu, mie putih/sohun, suwiran ayam, klici/kacang goreng, irisan daun seledri, disiram kuah, ditetesi kecap, ditambahi sambal, kalau selera tambahi nasi. Nah, apa coba yang istimewa? Mungkin karena suwiran ayamnya ayam jawa kali ya?! Atau karena makanan sederhana ini nggak bisa ditemui di kota-kota besar sana? Ah, nggak mungkin lah ya. Penjual soto ayam banyak tuh di pinggir jalan. Entahlah! Tapi yang jelas memang beda kok rasanya sama yang dijual di pinggir-pinggir jalan itu. (RASAh MBAYAR. Hehehe).
Tapi dari kesederhanaannya itu mampu memendekkan jarak ibukota dan kampungku hingga pak dhe, pak lik, om, tante, kakak ipar, sepupu, ponakan dan keluarganya, rela jauh-jauh menantang macet demi semangkok soto di rumah simbah. Ah, tentu saja bukan soto satu-satunya alasan. J

Sebenarnya sih masih banyak warna spesial dari kampungku sana. Seperti tradisi megengan, bikin kue apem, takiran, safari ramadhan, takbir keliling, dan lain-lainnya. Mungkin lain waktu saya tulis lagi.

30 Juli 2012

Warna-warni Ramadhan dari kampungku (Bag. I)

Bulan ini adalah bulan special. Bukan hanya karena Ramadhan itu bulan yang penuh berkah dan kemuliaan, tapi karena bulan ini juga banyak momen spesial yang hanya bisa dirasakan, dicicipi dan diperolah pas bulan ini saja.

Menggali kenangan tentang Ramadhan dan special moment-nya pada masa lalu, bikin meringis dan sedikit miris. Namun ada juga yang tak terlupakan, bahkan masih ada sampai jaman sekarang. Nah, sedikit berbagi, inilah warna-warni ramadhanku dari kampung. Simak!

Tarawih kilat
Namanya kilat pasti datangnya cepat dan perginya pun cepat. Secepat kilat! Nah lho, kalimat untuk melukiskan ‘betapa cepatnya’ saja menggunakan kilat. Ini juga yang terjadi dengan shalat tarawih di kampungku, yang hanya membutuhkan waktu setengah jam lebih sedikit untuk melaksanakan shalat dua puluh tiga rakaat plus shalat isya’ empat rakaat. Huuufth, benar-benar. Dulu sih aku seneng-seneng aja. Lebih cepat lebih baik. Nah, rupanya si imam pengertian sekali sehingga shalat tarawih macam lomba balap karung. Lompat, lompat, gedubrak, bangkit lagi, lari, gedubrak. Bruk! Jam delapan kurang selesai. Yihaa! Bisa nonton sinetron religi yang tayang sampai malam.

Nah lho, tentu saja yang kasihan adalah para simbah yang sudah sepuh. Tarawih kilat tak menjamin mereka pulang dengan selamat karena persendiannya lolos satu persatu. #sedikit lebay

Tadarus
Kebiasaan rutin jamaah mushola Al-Ikhlas ketika Ramadhan, mengkhatamkan 30 jus selama satu bulan. Nanti di akhir ramadhan ada semacam perayaan kecil yang namanya khataman. Sewaktu malam khataman ini, jamaah akan makan bersama di mushola dengan menu sego gurih dan suwiran ayam. Masing-masing orang dapat jatah sebungkus nasi yang dibuntel dengan daun pisang. Ada kebersamaan, ada gotong royong, ada perjuangan.

Rontek (ronda thethek)
Yang ini biasa dilakukan anak-anak muda di kampung. Mereka keliling kampung (ronda) dengan membunyikan thethek, alat musik dari bambu secara serentak dengan nada yang rancak. Tujuannya adalah membangunkan sahur penduduk kampung. Sayangnya, biasanya mereka sudah mulai rontek jam dua malam saat enak-enaknya orang bergelung di selimut. Sisi positifnya, hampir tidak ada tetangga yang telat bangun sahur. Para pahlawan rontek yang berjasa. :D