17 Januari 2014

Sedih

Niatnya cuma ingin refreshing karena otak saya buntu mau melanjutkan menulis. Padahal baru dapat berapa lembar, padahal baru nulis berapa kata. Oh My God! Saya sudah tidak punya koleksi kata-kata lagi.

Kata Paulo Coelho, yang saya baca di blog-nya Mbak Afra, rata-rata dalam percakapan sehari-hari orang hanya menggunakan sekitar 3000 kata, padahal kata dalam kamus ada sekitar 190 ribu kata. Jauh sekali ya perbandingannya. Kalau saya yang sedikit-sedikit buntu kayak gini cuma menguasai berapa kata? #mikir

Maka dari itu, biar kepala sudah cenut-cenut saya langsung meluncur buka kamus bahasa Indonesia. Saya ingin mencari arti kata SEDIH, apa saja yang bisa terangkum dalam kata SEDIH, apa antonim dari kata SEDIH, agar ketika saya sedih saya bisa melakukan hal sebaliknya. (Kenapa tiba-tiba berpikir kata SEDIH? Ssst, alasannya cukup saya sendiri yang tahu!)

Nah, ternyata saya menemukan ‘sesuatu’ yang semula belum terpikirkan, yang memiliki korelasi dengan kata SEDIH. Yuk, mari kita buka bareng-bareng kamus bahasa Indonesia!


1sedih n sedu; sedan; isak;
tersedih-sedih v tersedu-sedu; tersedan-sedan; terisak-isak
2sedih a 1 merasa sangat pilu dl hati; 2 menimbulkan rasa susah dl hati: peristiwa -- terjadi minggu lalu;
bersedih v bersusah hati; berduka cita; merasa pilu (belas kasihan dsb);
menyedihkan v 1 menimbulkan rasa sedih (pilu); menyusahkan hati: kemalangan itu sangat ~ hatinya : keadaan para pengungsi itu ~ sekali; 2 bersedih hati (tt sesuatu): jangan ~ kejadian itu lagi;
penyedih n (orang) yg mudah atau selalu bersedih hati;
kesedihan n perasaan sedih; duka cita; kesusahan hati

Optimizer, kita sambung lagi nanti membahas ke-SEDIH-an ini. Tetap OPTIMIS, nggak perlu sedih. J

7 Januari 2014

Berbagi Harta Karun (2): Tidak Mudah Menyerah


Aku masih ingin melanjutkan berbagi ‘harta karun’. Kali ini dengan buku yang berbeda. Ini lebih sulit kupahami dibandingkan dengan novel sebelumnya. Tentu saja, Benim Adim Kirmizi atau My Name Is Red atau Namaku Merah Kirmizi karya Orhan Pamuk dari Istanbul adalah pemenang hadiah nobel sastra 2006. Gaya penceritaannya memakai POV orang pertama dengan tokoh yang berganti-ganti pada setiap bab. Jadi kamu selain berperan sebagai pembaca juga sekaligus menjadi detektif.

Bagiku tidak mudah memecahkan teka-teki Orhan sehingga aku sering-sering mengerutkan kening dan tidak sabar untuk sampai pada jawaban, siapa sebenarnya si ini, si itu, dan si dia. Kadang-kadang aku lempar begitu saja bukunya jika sudah kesal karena membaca kalimatnya berulang-ulang pun tidak ada pencerahan. Lantas beberapa waktu kemudian, aku menyusun-nyusun alasan mengapa aku perlu melanjutkan membaca. Eh ya, jangan tanya dulu bagaimana ringkasan ceritanya. Aku hampir-hampir tidak paham. Sungguh, aku tidak banyak tahu.

Meskipun aku tidak begitu paham, akan tetapi aku telah berhasil menggiring diriku sendiri untuk bergerak melakukan sesuatu yang awalnya menurutku terasa berat, mendorong diriku sendiri untuk penasaran, sekaligus mencari tahu apa yang unik dari novel ini, serta membuktikan pada diriku sendiri bahwa aku tidak mudah menyerah untuk membaca sesuatu yang rumit dan detail. Selain itu, juga untuk membuktikan bahwa aku tidak mudah dikendalikan oleh perasaan bosan. Dan akhirnya aku bahagia karena aku berhasil menaklukkan semua itu. 

Bagaimana Optimizer, pernahkah kau membaca sesuatu yang lebih berat? JANGAN MENYERAH

4 Januari 2014

(Kenapa Harus) Marah?

Kalau Hafiz sedang marah biasanya dengan polosnya akan bilang begini, ―misalnya saya lagi malas keluar padahal dia ngajak jalan-jalan, “Aku marah lho kalau Tante nggak mau jalan-jalan.” Dia seperti nggak ada beban saat mengucapkan AKU MARAH. Ah, saya juga mau ikutan kalau begitu. Kali ini saya ingin mengatakan, bahkan sambil berteriak sekencang-kencangnya, A K U M A R A H ! Whoa, kalau pas ada orang di depan saya dan melihat saya, mungkin akan terbirit-birit kabur. Takut kena getahnya. Huehehe! Nggak jadi ah teriaknya.

Eh, betewe boleh nggak sih saya marah? Sebenarnya tidak ada hal yang luar biasa yang menjadi alasan untuk melakukan hal yang membuat otot-otot jadi tegang ini. Lagipula saya tidak ingin cepat tua dengan berteriak kencang-kencang dan bilang kalau saya sedang marah. Selain itu saya juga nggak enak untuk memarahi pihak yang akan saya marahi. Jadi saya mending marah-marah di sini. Cari aman? Ah, nggak juga. Saya berharap malah dia baca dan merasa dan bertanya dan saya tidak perlu dongkol lagi. Yup! Lebih enak tidak marah.

Nah, MASALAHnya sebenarnya hanya mbulet nggak jelas. Mungkin saya yang dianggap menyebalkan dan bertingkah seperti anak kecil karena nggak mau digangguin pas lagi makan. Saya nggak pelit-pelit amat kok. Tapi masalahnya saya sedang buru-buru dan dia tidak pakai basa-basi sepatah kata pun untuk njajal makanan di piring saya. Tiba-tiba dateng dan langsung NYAM NYAM NYAM. Aduuuh kepala saya langsung TOENG!. Jelas saya merasa T E R G A N G G U. Mulai dari situ nih kemudian hal-hal kecil lain menjadi ikut-ikutan menyebalkan juga. Dia malah diam di hari-hari setelah itu. Saya coba berkelakar dia malah menantang dengan sorot mata sehoror mungkin. Kayaknya nih orang lagi peemes. Aih, saya memilih menghindar. (istighfar, istighfar, istighfar, istighfar, istighfar, istighfar―dan istighfar luebih banyak lagi).

                 Hufth, saya sebenarnya tidak ingin membiarkan setan bersorak-sorai penuh kemenangan melihat saya begitu rupa. Maka dari itu saya menulis. Biar relaks hati dan pikiran saya. Soalnya juga lagi nggak bisa ngadep dan curhat banyak-banyak. Heu….

2 Januari 2014

Berbagi Harta Karun (1): Jangan Nilai Buku Dari Sampulnya

Aku benar-benar menggunakan kalimat bijak sekaligus judul tulisan ini dengan makna yang sebenar-benarnya―denotatif. Jadi aku tidak menggunakannya sebagai peribahasa yang digunakan untuk mengkiaskan sesuatu. Buku yang kumaksud benar-benar buku―sebuah novel tepatnya, yang menurut pendapat awalku, novel itu tidak bagus karena sampulnya tidak menarik.

Novel yang bersetting timur tengah karya Yasmine Khadra atau Muhammad Moulesseoul ―ini yang kuingat saat mengeja kata Moulessoul, entah mana yang lebih benar di antara keduanya―barangkali pernah Optimizer baca sebelum aku membacanya. Apakah Optimizer tahu mana ejaan nama penulisnya yang lebih benar? Aku sedikit lupa. Oh ya, judul novel ini The Attack―Sebuah Serangan. Sayangnya aku tidak mencatat penerbitnya dan keterangan-keterangan lain novel ini karena keburu dikembalikan. Mungki kalau Optimizer gugling akan menemukan info yang lebih lengkap.

Sedikit info: sebenarnya setiap habis membaca buku, aku ingin meresensinya dan membagi harta karun yang aku dapat untuk Optimizer. Tapi apalah daya karena aku baru bisa menuliskan pengalamanku saja, yang kadang aku bisa nangkep ceritanya, tapi kadang juga tidak. Jadi tolong harap maklum kalau tulisan ini hanya uraian pengalamanku saat membaca novel The Attack. Bagiku tidak masalah karena aku punya dokumentasi tentang apa-apa yang kudapatkan meskipun tidak paham secara keseluruhan. 

Awalnya aku tidak begitu tertarik dengan novel ini karena beberapa alasan. Sampulnya tidak menarik, font-nya juga tidak nyaman di mataku―padahal font di blog-ku lebih parah, dan selanjutnya karena bukunya berat.

Eh, tapi entah kenapa aku berubah pikiran. Novel itu akhirnya kuambil dari rak perpustakaan dan menjadi daftar bacaanku selama minggu itu. Untuk memenuhi daftar pinjam buku dari perpus? Entahlah. Yang penting novel itu ikut pulang. Titik.

Berhari-hari novel itu hanya menghuni meja. Karena novel yang kupinjam lebih dari satu, aku urutkan membaca dari novel yang paling menarik. Tapi, oh aku sudah bersusah payah membawanya dari perpustakaan. Sudah menyempatkan pulang kerja lebih awal agar bisa berlama-lama memilih buku. Belum lagi perjalanan ke perpustakaan pas lagi hujan. Jadi kalau akhirnya tidak dibaca buat apa?  Lagipula bukankah misiku adalah selalu membaca buku dan menulis―ini karena habis dinasihati Pak Hernowo  dalam buku Mengikat Makna―mulai dari buku yang disukai hingga buku-buku berat, dan mulai dari menulis tidak karuan sampai menulis yang benar-benar bagus. Nah, ini baru permulaan. Nasihat Pak Hernowo menjadi titik balik. Mengapa disebut permulaan padahal aku suka membaca sudah sejak lama? Karena sejak lama aku hanya ingin menyalurkan hobiku saja. Nah, setelah mendapat nasihat dari bapak yang bisa banget menulis ini aku sudah merumuskan “ambak” mengapa aku membaca, dan nanti sekaligus menulis.

Jadi berawal dari titik balik ini, aku bertanya pada diri sendiri mengapa tidak mencoba untuk mendalami? Apa salahnya membacanya sebentar? Apa dosanya kalau aku membaca prolognya dulu. Siapa tahu aku akan tertarik untuk melanjutkan? Dan apa yang terjadi?

Yeay! Aku menemukan hal-hal berikut ini.

Tokoh utamanya adalah seorang dokter bedah, dokter Amin Jaafari, yang sekaligus suami dari seorang wanita Palestina bernama Sihem. Dokter Jaafari adalah seorang warga negara Israel ‘naturalisasi’. Mereka tinggal di Tel Aviv. Merasa hidup bahagia selama ini. Hingga pada suatu hari berita mengejutkan menyapa dokter Jaafari karena istrinya tercinta menjadi pelaku bom bunuh diri. Dokter Jaafari merasa dikhianati dan disergap rasa ingin tahu oleh alasan istrinya meledakkan diri. Karena peristiwa ini juga, dokter Jaafari diinterogasi. Perjuangan ‘mencari tahu’ ini membuat dokter Jaafari depresi tinggi sebelum akhirnya dia menemukan jawaban. Pada akhir cerita si dokter menemukan jawabannya.  

Nah, tak banyak lagi yang bisa kukatakan. Novel tersebut ternyata … bagus. JANGAN MENILAI BUKU DARI SAMPULNYA! ^^v

 Aku menemukan cara berpikir yang baru dari cara Pak Khadra bercerita. Yasmine Khadra ‘tidak menghakimi’ tokoh-tokohnya dalam bercerita. Dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, aku mengikuti cara berpikir dokter Jaafari yang bertentangan dengan lingkungan sekitarnya dan pikiranku sendiri. Karena Pak Khadra, aku menemukan teknik bercerita yang baru. J

Selain beberapa hal di atas, aku juga mencatat beberapa poin penting: aku berpikiran terbuka, aku tidak mudah menjustifikasi sesuatu dari wujud kasarnya, aku bersimpati pada Sihem karena dia memiliki prinsip kuat, terlepas dari yang dilakukannya itu salah atau benar menurut orang lain.

Nah Optimizer, coba aku tidak pernah mengambil buku ini dari raknya.  Dan tentu saja ada kalimat yang sangat menarik bagiku dari novel ini, “…orang akan memberikan yang terbaik di saat yang terburuk, yang belum tentu dilakukan saat dia menjalani yang baik dalam hidupnya.”

                Semoga pengalamanku membaca The Attack bermanfaat. Lain kali aku masih ingin berbagi harta karun lagi. Dan denger-denger, The Attack sudah difilmkan. Eh, apa aku yang telat baca bukunya? ^^v