30 Juli 2012

Warna-warni Ramadhan dari kampungku (Bag. I)

Bulan ini adalah bulan special. Bukan hanya karena Ramadhan itu bulan yang penuh berkah dan kemuliaan, tapi karena bulan ini juga banyak momen spesial yang hanya bisa dirasakan, dicicipi dan diperolah pas bulan ini saja.

Menggali kenangan tentang Ramadhan dan special moment-nya pada masa lalu, bikin meringis dan sedikit miris. Namun ada juga yang tak terlupakan, bahkan masih ada sampai jaman sekarang. Nah, sedikit berbagi, inilah warna-warni ramadhanku dari kampung. Simak!

Tarawih kilat
Namanya kilat pasti datangnya cepat dan perginya pun cepat. Secepat kilat! Nah lho, kalimat untuk melukiskan ‘betapa cepatnya’ saja menggunakan kilat. Ini juga yang terjadi dengan shalat tarawih di kampungku, yang hanya membutuhkan waktu setengah jam lebih sedikit untuk melaksanakan shalat dua puluh tiga rakaat plus shalat isya’ empat rakaat. Huuufth, benar-benar. Dulu sih aku seneng-seneng aja. Lebih cepat lebih baik. Nah, rupanya si imam pengertian sekali sehingga shalat tarawih macam lomba balap karung. Lompat, lompat, gedubrak, bangkit lagi, lari, gedubrak. Bruk! Jam delapan kurang selesai. Yihaa! Bisa nonton sinetron religi yang tayang sampai malam.

Nah lho, tentu saja yang kasihan adalah para simbah yang sudah sepuh. Tarawih kilat tak menjamin mereka pulang dengan selamat karena persendiannya lolos satu persatu. #sedikit lebay

Tadarus
Kebiasaan rutin jamaah mushola Al-Ikhlas ketika Ramadhan, mengkhatamkan 30 jus selama satu bulan. Nanti di akhir ramadhan ada semacam perayaan kecil yang namanya khataman. Sewaktu malam khataman ini, jamaah akan makan bersama di mushola dengan menu sego gurih dan suwiran ayam. Masing-masing orang dapat jatah sebungkus nasi yang dibuntel dengan daun pisang. Ada kebersamaan, ada gotong royong, ada perjuangan.

Rontek (ronda thethek)
Yang ini biasa dilakukan anak-anak muda di kampung. Mereka keliling kampung (ronda) dengan membunyikan thethek, alat musik dari bambu secara serentak dengan nada yang rancak. Tujuannya adalah membangunkan sahur penduduk kampung. Sayangnya, biasanya mereka sudah mulai rontek jam dua malam saat enak-enaknya orang bergelung di selimut. Sisi positifnya, hampir tidak ada tetangga yang telat bangun sahur. Para pahlawan rontek yang berjasa. :D


23 Juli 2012

Female Bodyguard, Berani dan Aduhai


Mereka adalah para bodyguard unik yang berjenis kelamin pe.rem.pu.an.


Perihal bodyguard perempuan ini kuketahui beberapa bulan lalu saat salah satu stasiun televisi di Indonesia menyiarkan ~kalau nggak salah waktu itu talkshow~ tentang para bodyguard yang berjenis kelamin perempuan. Awalnya kaget juga. Secara,  sekuat-kuatnya perempuan menurutku ya laki-laki tetap memiliki kekuatan fisik yang lebih. Apalagi untuk menjadi seorang bodyguard. Ternyata jauh-jauh hari sebelumnya, istilah tentang female bodyguard ini sudah ngetrend, terutama di negara China sana. Seiring dengan makin berkembangnya perekonomian negara itu. 

Ada dua kata untuk mereka ~ Berani dan Aduhai~
Berani, tentu saja. Mana ada bodyguard yang bermental merpati? Sekali gertak langsung kabur. Apalagi tugas mereka menantang maut. Bisa jadi kan nyawa taruhannya. Apalagi kalau kliennya orang yang punya duit bejibun, beken, dan banyak fans. 

Aduhai. Secara fisik ya begitulah perempuan. Dari sisi manapun perempuan itu kan cantik (ya meskipun cantik itu relatif tapi kan setiap perempuan memiliki 'cantiknya' sendiri. Jadi kesimpulannya  perempuan itu cantik). Nah, di balik kecantikannya itu ternyata dia memiliki keberanian yang membuatnya makin aduhai.

Mungkin sebagian orang bertanya, apa nggak ada pilihan lain ya sehingga mereka harus memilih mengabdikan diri pada pekerjaan penuh risiko ini? Ini sih sebenarnya pertanyaanku waktu melihat tayangan itu. Hem, menurut salah satu female bodyguard yang ditayangkan di stasiun televisi kita beberapa waktu lalu, ternyata dia memang tidak punya pilihan lain selain menjalani profesinya yang satu ini. Jadi tulang punggung keluarga karena rumah tangganya berantakan.

Tapi ada juga yang sebaliknya. Mereka menjadi female bodyguard karena semata-mata menyukai tantangan. Just hobby!

Sebenarnya kalau dipikir-pikir, ada enaknya juga memiliki female bodyguard, bagi seorang klien perempuan tentunya. Karena sama-sama perempuan jadinya lebih enak kalau si bodyguard terus mengikuti kemanapun si klien pergi. Termasuk ke toilet! Juga enak karena bodyguardnya bisa nginep di rumahnya si klien. Selain itu bodyguard juga bisa disuruh momong si kecil.  

Tentang pelatihan mereka, berat juga kelihatannya. Latihannya saja menggunakan standar militer. Jadi sepertinya nggak ada bedanya dengan para laki-laki yang jungkir balik saat mereka latihan militer itu. Dari yang kubaca-baca barusan di kompasiana dan media online yang lain, para female bodyguard yang di China itu, kalau mereka lolos seleksi  maka tak tanggung-tanggung. Mereka bakal dapat pelatihan di Israel, di International Security. Waw! Sepertinya mantap nanti ilmu spionasenya. 

Nah, nah! Bagaimana ya yang seperti ini? Dilihat dari sudut pandang agama, dari sudut pandang perempuan itu sendiri yang memiliki kebutuhan spesifik seabreg dibandingkan laki-laki. Kalau aku sih, pikir dulu seribu kali untuk menjadi seorang bodyguard. Tapi kalau ada yang menawarkan diri jadi 
bodyguard-ku ===>>> :-/

20 Juli 2012

Bagian Satu

Rasanya lamaaa sekali tidak mengerutkan kening untuk menuliskan karakter-karakter yang membumbui cerita. Perjalanan wara-wiri Solo-Pct, penulisan skripsi yang menyita waktu, menjadi alasan yang aku paksa untuk masuk akal untuk berhenti sejenak mengarang-ngarang cerita. Ya begitulah. Tapi kangen juga rasanya tidak bertemu mereka (si tokoh-tokoh itu). Ingin kembali bercengkrama dan membuat kisah mereka mengharu biru.

Sebenarnya sih sudah mulai sejak berbulan lalu untuk menggarap proyek novel solo itu. Tapi lagi-lagi ya alasan dan alasan. Boring, bad mood, block writer, busy, deelel, deesbe, deeste.

Supaya nggak ilang openingnya aku posting aja. Itung-itung nunggu masukan kalau ada yang berbuat khilaf membacanya. :D

Judulnya belum ada. Eh, ada banyak malah. Cuma belum memastikan mana yang cocok. Untuk sementara judulnya "Tanpa Judul" sajalah. Hihi! Nah, selamat membaca bagian satunya!



SATU           Cindera Mata
          Bekas luka di punggung tangan kiri itu masih tampak jelas. Terlihat lebih putih dari warna kulit di sekitarnya yang sawo matang. Itu luka sebelas tahun yang lalu. Sebuah keteledoran yang tidak disengaja telah meninggalkan jejak di punggung tangannya sepanjang delapan senti.  
          Diusapnya bagian yang tergores. Sekarang sudah tak ada rasa sakit. Anehnya ia tak pernah menyesal atas kehadiran luka itu. Juga tidak menyalahkan keteledoran seseorang yang telah melukai tangan kirinya tanpa sengaja. Justru sebaliknya, ia menyimpan bekas luka itu bak cindera mata.
          Ia mengangkat tangan kirinya. Memegangnya erat lalu ditempelkan ke dada. Hatinya berpendar, hangat. Bibirnya mengukir senyum.  
          Bibirnya terus tersenyum. Meskipun peluh mengalir dari pori-pori kulitnya yang terbungkus kemeja putih, ia tak merasakannya. Bus tak ber-AC jurusan Solo-Pacitan yang sesak tak begitu membuatnya gerah. Banyak hal yang membuat hatinya buncah.
          Minggu lalu ia sudah diwisuda dengan nilai yang sangat terpuji. Tak sia-sia kerja kerasnya selama ini. Ia telah mempersembahkan yang terbaik untuk ibunya, perempuan yang sangat dicintainya. Bahkan sebuah yayasan sekolah telah menawarinya sebagai tenaga pengajar sesuai bidang ilmu yang ia miliki. Nah, untuk yang satu ini dia pulang ke Pacitan. Ia ingin meminta pertimbangan ibunya. Apakah ia harus menerima tawaran menarik dari yayasan tersebut atau memenuhi impiannya. Impian sederhana bagi seorang gadis seumuran dia.    
          Impian itu sudah digantang sejak lama sebenarnya. Hanya ia tak cukup berani menentang keinginan orang tua. Mereka semua hanya ingin melihat dia jadi sarjana sebelum akhirnya menjadi istri seseorang dan mengurus rumah tangga. Sekarang dia sudah menjadi sarjana. Dengan kata lain, ia tinggal meminta restu pada ibunya terkait impiannya yang sederhana itu. Mimpi yang membuat dia menjadi perempuan agung sedunia. Mimpi yang akan segera diraihnya. Ia ingin menjadi istri yang baik untuk laki-laki yang dicintainya. Membina rumah tangga sakinah yang penuh cinta. Mimpi yang membuat pendar hatinya semakin menyala terang. Yang membuat tangan yang tertera bekas luka itu semakin didekapnya erat. Bibir gadis itu semakin merekah. Membayangkan mimpi yang tinggal selangkah.*

19 Juli 2012

Ina


Kukantongi berpuluh nasihat menjelang keberangkatanku ke kampung ini dalam rangka mengabdikan ilmuku sebagai lulusan sarjana pendidikan. Bukan hal yang aneh mengingat aku adalah 'anak tunggal' dari keluarga Bapak. Tentang keluargaku ini sebenarnya adalah aib jika kuceritakan. Ya, singkatnya aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakakku sudah tak lagi kami ketahui kemana rimbanya. Berpuluh tahun ia ‘terpaksa’ pergi dari rumah ini untuk menjaga nama baik keluarga. Itulah masa-masa kelam keluarga ini. Hingga aku sebagai bungsu dijaga benar-benar oleh Bapak dan Ibu agar 'dosa' itu tak terulang lagi dalam sejarah keluarga kami.
Menjelang senja ini aku duduk-duduk di serambi rumah kontrakan. Tidak seperti sore-sore biasanya yang kuisi dengan mengajar anak-anak mengaji di Masjid Nurul Amal, aku lebih memilih membaca-baca majalah sebelum maghrib datang dan bulan Sya’ban berganti Ramadhan.
Tapi yang kubaca tak juga masuk ke otak. Kepalaku justru sibuk menghitung kapan Ramadhan terakhir aku bertemu dengan Ina, Kakakku yang tak kuketahui rimbanya itu. Tiba-tiba saja terpikir dia setelah membuka rubrik tanya jawab syariah di halaman sepuluh. Si penanya menceritakan kisah kelam masa lalunya dan ingin bertobat. Tapi dia tak yakin jika ia dapat melupakan masa lalunya yang kelam itu. Kisah itu mirip dengan yang dialami Ina.
Ah, membaca kisah itu membuat rinduku buncah dan ingin bertemu Ina. Sebelum kejadian itu, Ina adalah idolaku. Bukan karena aku tidak bersyukur, tapi secara fisik segala yang dia punya tidak aku miliki termasuk kulitnya yang kuning langsat, mata lebar, tahi lalat di lengan kiri dan alisnya yang rembulan nanggal satu. Belum lagi kalau rambut lurusnya digerai. Ina lebih cantik dari bidadari. 
Mungkin saja karena kelebihannya itu, laki-laki pindahan tak tahu diri yang sudah memiliki anak istri yang rumahnya di seberang jembatan itu, memanfaatkan Ina sebagai mainannya. Ina terjebak, tak sadar dosa apa yang dia lakukan hingga suatu hari warga kampung menggerebek mereka berdua di tengah malam. Ina diusir. Laki-laki bejat itu aku tak tahu. Bapak dan Ibu adalah orang yang paling kalap. Aku benci setengah mati. Melihat Ina tak ubahnya seperti Mak Lampir yang rambutnya penuh ulat menjijikkan. Hari itu juga Ina pergi. Tanpa bekal uang, tak ada pakaian kecuali yang menempel di tubuhnya. Orang serumah telah mengharamkan segala sesuatu yang dulu dia miliki untuk disentuh. Dia pergi dengan hati tersayat yang disiram cuka. Tak mengucap sepatah kata.
Mataku basah mengenang Ina. Kami tak pernah mencarinya. Kami tak pernah ingin tahu kabarnya. Bapak menganggap Ina sudah mati.
Kuhentikan membaca kisah itu. Jawaban ustadz di majalah itu membuat keinginanku untuk mencari Ina begitu kuat. Kalau si penanya di majalah itu bisa bertobat, bukankah itu juga bisa dilakukan Ina? Bukankah Ina bisa membuka lembaran baru untuk menyesali apa yang dilakukan pada masa lalu? Tapi harus kemana aku mencari Ina. Dia pergi tanpa membawa apapun dan tak pernah ada kabar apapun. Mungkinkah Ina menghukum dirinya dengan menghuni rumah-rumah bordil dan menjadi wanita penjaja? Ah, aku tidak percaya Ina akan seperti itu.
Mulai detik ini kutancapkan tekad, aku harus menemukan Ina dan membawanya pulang dalam keadaan apapun.
--&--
Menginjak petang, ini malam pertama Ramadhanku di rantau orang. Aku masih beradaptasi dengan cara hidup orang-orang di kampung ini. Selepas maghrib, corong-corong di masjid sudah menyuarakan ayat-ayat suci sekeras mungkin. Anak-anak kecil bersuat-suit janjian akan berangkat tarawih bersama. Ibu-ibu sudah membicarakan menu-menu sahur besok pagi.
Menjelang isya’ masjid Nurul Amal sudah penuh. Hampir tidak ada bedanya dengan malam pertama Ramadhan di kampung halamanku sendiri. Hanya saja, selepas tarawih aku ngos-ngosan karena dua puluh tujuh rakaat dilalui dengan cepat.
Aku kembali teringat Ina. Dulu kalau sehabis tarawih seperti ini, kami biasanya berebut menyalami eyang dan berjanji akan puasa penuh selama satu bulan. Tak lupa menagih jatah paha ayam goreng kami yang dipotong spesial untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Aku selalu bisa mengalahkan Ina. Jatahku selalu lebih banyak karena aku si bungsu yang tak mau kalah.
“Permisi, Mbak. Sandal saya keinjak Mbak, itu. Iya sayang iya, sebentar.”
Aku menyingkir sembari meminta maaf. Rupanya perempuan itu sudah ditarik-tarik anaknya agar segera keluar dari masjid. Aku tak lupa melempar senyum pada si kecil. Anak itu, matanya lebar dan berkulit kuning langsat. Memakai kerudung warna biru muda bermotif bunga. Aku seperti menemukan Ina pada matanya. Tapi belum sempat aku bertanya, si kecil sudah merengek. Ia menarik baju ibunya hingga perempuan itu hampir tersuruk. Aku hanya geleng-geleng kepala. Mungkin saja dulu ulahku dan Ina lebih dari itu jika sudah merengek pada Ibu.
--&--
Terhitung malam ketujuh Ramadhan aku belum juga menemukan cara untuk mencari Ina. Iseng-iseng kucari di internet, tidak ada yang bersangkut paut dengan Ina-ku. Yang ada aku hanya jengkel sendiri karena tidak tahu harus menghubungi siapa untuk mencari orang yang satu ini. Penyesalan itu tiba-tiba datang, mengapa dulu tak membekali Ina dengan sesuatu yang bisa membawanya kembali ke rumah ini.
Kebuntuanku itu berlalu hingga Ramadhan hampir usai. Aku disibukkan pada kegiatan pesantren Ramadhan anak-anak TPA Nurul Amal. Tak lagi sempat kupikirkan cara mencari Ina. Hanya pada setiap sujud tak lupa aku memohon kepada Allah SWT agar Kakakku baik-baik saja dan aku bisa bertemu dengannya jika dia masih hidup. Aku ingin meminta maaf dan mengajaknya pulang menemui Bapak Ibu.
--&--
Pesantren Ramadhan usai pada H-10 Idul Fitri. Paska kegiatan itu Ustadz Yusuf mengundang ustadz dan ustadzah TPA untuk berbuka puasa di tempat tinggalnya. Meskipun aku baru beberapa bulan mengajar di situ, aku sudah diterima baik oleh warga sekitar. Aku berjanji akan memenuhi undangan ustadz Yusuf.
“Kalau ada waktu silakan datang ke rumah lebih awal, Re. Sepertinya istri saya butuh bantuan.”
Aku mengiyakan saja. Karena tidak mungkin dua orang ustadzah TPA yang lebih senior dariku itu bisa membantu memasak. Mereka berdua sudah sibuk mengurusi keluarga.
Pada sore yang dijanjikan aku mengetuk pintu rumah ustadz Yusuf. Seorang anak kecil bermata bundar menyambutku di depan pintu. Aku ingat ia adalah si kecil yang memakai kerudung warna biru muda bermotif bunga tempo itu. Baru kuketahui kalau si kecil itu adalah bagian dari keluarga ustadz Yusuf. Berarti perempuan yang sandalnya kuinjak itu adalah istri dari ustadz Yusuf?
Si empunya rumah menyusul si kecil ke depan pintu.
“Sayang, Mbak Re disuruh masuk saja. Itu Bunda sudah menunggu di belakang. Masuk Mbak Re!” Ustadz Yusuf berteriak dari tempatnya menyirami bunga.
Selain cantik si kecil itu ternyata cerdas. Dia menyalamiku dan memperkenalkan diri.
“Sophie.” Ucapnya malu-malu.
“Lewat mana, sayang?” Aku menowel pipinya yang lucu.
Sophie berlari kecil dan berteriak memanggil bundanya. Aku membuntuti Sophie ke arah belakang. Ini pertama kalinya aku bertamu ke rumah ustadz Yusuf. Begitu sampai di dapur terdengar gemericik air. Perempuan dengan rambut sebahu mengelap tangannya. Berbalik ke arahku.
Perempuan itu memiliki mata bundar seperti Sophie. Kulitnya kuning langsat. Rambutnya lurus sebahu. Dan satu-satunya yang membuatku terbelalak adalah tahi lalat di lengan kirinya. Aku tidak asing dengan makhluk yang satu ini.*** 

3 Juli 2012

Salam Rindu

Pada langit aku bicara
agar ia sentiasa 
menaungi kalian
dalam kedamaian

juga pada angin,
agar ia sedia
menyampaikan pesan rinduku
pada sahabat
yang lama tak sua

masihkah 
kau bunuh waktumu
dengan tasbih yang selalu menggema
pada Pemilik Semesta?

hatiku telah bulat percaya
tempo ini
sebingkai senyum
telah menjelma
mengeja rindu
seiring langkah menganyam cita


2 Juli 2012

Seribu Satu Nama

"Mengapaemakgwngasiehnamagwrahmaboekannyaliaatosemacamnya"


Bacanya pasti udah pusing duluan. Mengapa nama bisa sedemikian panjangnya. Oya, ini maksudnya nama akun media sosial, fb yang saya maksud. Ada kan  yang menulis nama akunnya sedemikian lebay? Nah, namun tak jarang kita menemukan orang-orang yang menulis nama akunnya dengan nama yang sebenarnya. Misalnya sejak lahir namanya Sophie Mutia, ya dia tulis saja nama akunnya dengan nama asli seasli-aslinya sesuai dengan nama di KTP, dan kartu keluarga. :)

Ya itu sih terserah yang punya akun saja. Maksud saya di sini cuma ingin berbagi saja sekaligus belajar menulis. Toh, saya juga tidak mau ambil pusing dengan itu semua.

Nah, ada beberapa hal yang jadi alasan kenapa orang memilih nama yang berbeda untuk akun fb-nya. Ini adalah sharing dari revolovers dan teman-teman di grup serupa.

Ini dia!


  1. Nama itu berisi harapan, misalnya Putri Si Baik Hati. Dia berharap dirinya sendiri menjadi orang yang baik hati. Kalyla Si Cewek Kuat, Embun Cantik Jelita Seperti Pelangi Di Langit Biru, dan seterusnya. Pada intinya dia berharap dia menjadi orang yang seperti dia tuliskan itu. (maaf kalau namanya nama-nama cewek semua).
  2. Biar lebih gaya. Mungkin saja pas lahir dulu bapak ibunya lagi nggak ada inspirasi buat nyari nama yang keren, funky, cantik, bagus, dan mengisnpirasi. Dan setelah menyadari namanya nggak up to date, si empunya nama mencari nama lain untuk akunnya biar lebih gaya. Oke, sah-sah saja kan?
  3. Untuk menutupi identitas.
  4. Orangnya tertutup dan pemalu. Jadi nggak mau orang lain tahu siapa nama aslinya.
  5. Biar lebih leluasa curhat apa saja. Karena sebagian besar orang nggak tahu nama aslinya, ya bolehlah dia curhat apa saja, termasuk hal-hal rahasia dalam dirinya. Toh, orang lain nggak ada yang tahu siapa dia sebenarnya.
  6. Banyak orang yang memiliki nama seperti dia. Kalau kita search nama kita di fb kan kadang-kadang suka muncul banyak nama yang sama, nah biar sedikit beda dengan yang sudah ada, dipakailah nama lain sesuai dengan keinginannya. Nah, yang terkait dengan poin ini, ada yang menambahi nama aslinya dengan nama panggilan. Misalnya Rahma 'embem'. Karena nama Rahma begitu banyak, makanya dikasih embel-embel 'embem' biar sedikit beda.  
  7. Punya kenangan tersendiri dengan sesuatu atau seseorang, jadi dia merangkai nama sendiri yang bisa menghubungkannya dengan sesuatu atau seseorang yang selalu dikenang tersebut. Biar kerasa selalu deket. 
  8. Ada orang-orang yang memiliki nama mirip nama cewek atau cowok. Misalnya saja nama DEVI kan umumnya dipakai cewek, nah ada cowok yang ternyata oleh orang tuanya diberi nama DEVI. Jadi deh nama akunnya diganti yang lain, daripada dikira cewek.
  9. Nama pena. Orang yang bersangkutan menulis nama akunnya dengan nama penanya. Dia lebih suka menggunakan nama itu karena mungkin saja lebih populer daripada namanya sendiri.
  10. Biar lebih mudah di lidah, makanya pakai nama panggilan. Ini alasan bagi orang yang punya nama sedikit rumit.
  11. dst.

Nah, ada begitu banyak alasan mengapa orang memakai nama akun yang berbeda di fb dengan nama aslinya. Semua diserahkan ke orangnya. Kalau saya sendiri lebih suka nama yang mudah diingat saja. 


1 Juli 2012

LOMBA CERITA HARI ANAK NASIONAL 2012


DL: 31 Agustus 2012

Tema: "Aku Melawan Korupsi"

*15 Tulisan Nominator Dibukukan Cetak Nasional


Tujuan:
Akhir-akhir ini sangat menyentak kesadaran kita mengenai fenomena maraknya terungkap kasus korupsi yang melibatkan elit-elit politik, dan lebih mirisnya yang terjerat hukum gara-gara korupsi itu adalah para pemimpin yang seharusnya mereka adalah panutan bagi bangsa ini. Hal ini sangat terkait dengan minimnya pendidikan "bahaya korupsi" dan dampaknya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di bangku sekolah. Sekarang ini sudah ada pendekatan "melawan" korupsi yang dikenalkan pada anak-anak sekolah dasar dan menengah pertama.

Untuk menunjang program pemerintah mengenai pendidikan antikorupsi sejak dini, kami merasa terpanggil untuk membuat lomba cerita anak yang bertemakan tentang korupsi, bagaimana anak-anak dengan kepolosan dan kejujuran mereka bisa menjadi "alarm" dan pencegahan untuk menghindari tindakan korupsi sekecil apapun itu. Dengan cerita-cerita ini, pesan "melawan" korupsi akan lebih mudah dicerna dan dipahami oleh anak-anak usia SD dan SMP. Sehingga anak-anak bisa menyerap nilai-nilai kejujuran, moral dan agama dari cerita-cerita tersebut.

Kriteria Cerita:
  1. Cerita seputar dunia anak-anak yang berkaitan dengan semangat "melawan korupsi" yang bisa ditumbuhkan sejak usia dini. Tema ini bisa dijadikan menjadi topik-topik sederhana bagaimana seorang anak yang jujur mengembalikan milik orang lain, tidak mengambil punya orang lain, tidak menipu, berbohong dan menanamkan jiwa disiplin supaya tidak sering malas sekolah atau ogah-ogahan menyelesaikan tugas (korupsi waktu), dan cerita-cerita lain yang ada hubungannya dengan "korupsi" dalam lingkup yang lebih luas di dunia anak-anak.
  2. Cerita anak ini berisi tentang pesan-pesan moral, kejujuran, kedisiplinan, ketaatan pada ajaran agama yang melarang melakukan korupsi atau tindakan yang bisa menjadi kebiasaan orang melakukan korupsi.
  3. Tokoh utamanya adalah anak-anak (usia 6-15 tahun).
  4. Menggunakan bahasa yang sederhana, lugas, cara bercerita yang mengalir, pesan yang disampaikan mudah dipahami anak-anak.
  5. Tidak menggunakan bahasa-bahasa vulgar, asusila, SARA dan kata-kata yang tidak pantas dibaca anak-anak.
  6. Panitia bisa menganulir naskah yang tidak sesuai dengan kriteria cerita yang kami inginkan di atas.
  7. Syarat Penulisan:
    1. Terbuka untuk umum dan Writing Revolution, gratis.
    2. Maksimal mengirimkan 2 tulisan.
    3. Panjang tulisan 3-5 hlm, spasi 2, New Time Roman font 12, margin 3 cm atau 1,18 inchi semua sisi.
    4. Naskah dikirimkan dalam format LAMPIRKAN FILE (Attach File) ke email:antologi_wr@yahoo.co.id
    5. Tulis judul email: Lomba Cerita Anak
    6. Diharapkan mempublikasikan informasi lomba ini di note FB (minimal tag 30 teman) atau Blog.

    Hadiah:
    • Juara I: Uang tunai Rp 300.000,- (ditambah 3 buku bukti terbit + e-sertifikat).
    • Juara II: Uang tunai Rp 200.000,- (ditambah 3 buku bukti terbit + e-sertifikat).
    • Juara III: Uang tunai Rp 100.000,- (ditambah 3 buku bukti terbit + e-sertifikat).
    • 3 Juara Harapan mendapat beasiswa Sekolah Menulis Cerpen Online (SMCO) Writing Revolution (ditambah 1 buku bukti terbit + e-sertifikat).
    • Setiap nominator mendapatkan buku 1 bukti terbit + e-sertifikat.

    Sistem Penerbitan Buku:
    • 15 tulisan terpilih sebagai nominator akan dibukukan, cetak nasional, masuk Gramedia, Togamas, Gunung Agung, dll.
    • Setiap kontributor mendapatkan royalti dan buku bukti terbit.
    • Buku diterbitkan Oktober.
    • Sponsor:

      Pengumuman: 15 September 2012

      Kontak Panitia:
      Telp. 0274-8593096
      Hotline. 085763208009
      E-Mail: antologi_wr@yahoo.co.id