Sebelumnya saya mau
mengenalkan teman saya, Heart. Saya mengenalnya pada acara kerohanian sekolah,
dulu sewaktu masih jaman berseragam putih abu-abu. Lalu pertemanan kami
berlanjut karena ternyata dia satu jurusan dengan saya. Sejak itu kami tak
terpisahkan. Bertengkar, baikan, perang dingin, gencatan senjata, pisah kamar,
baikan lagi. Mulai dari awal siklus, bertengkar, gencatan senjata dan
seterusnya.
Dua tahun sebangku. Di akhir
tahun dia memutuskan untuk indekost,
dan berbagi kamar pula dengan saya. Ya, kalau ada orang yang ingin tahu saya
seperti apa, Heart mungkin bisa menjadi salah satu orang yang layak menjadi
rujukan selain Emak dan Babe saya. Hehe.
Lima tahun yang lalu Heart
memilih melanjutkan studi di kota kelahiran kami. Empat tahun dia lulus, kuliah
yang normal. Sedangkan saya, ohoo … menyusul satu setengah tahun kemudian. Lalu
satu setengah tahun yang lalu, tepat beberapa hari sebelum wisuda, dia menikah.
Kurang lebih empat bulan yang lalu dia melahirkan anak perempuan cantik yang
saya panggil Zizi (dia lebih suka memangggil anaknya sendiri dengan panggilan nggak gaul ala saya). Dan karena ponakan
kecil saya itu, Heart memanggil saya Tante sekarang.
Kalau melihat kisahnya,
dalam hal ini dia lebih progress dibanding saya kan? Ya itulah
awal cerita ini.
Heart dan saya masih
berteman sampai sekarang. Saya yang mengunjunginya karena saya lebih bebas dibanding dia. Kami masih sering
berbincang-bincang via telepon, via sms, dan sebagainya. Obrolan ringan sampai
yang berat, dan curhat tentu saja. Dia yang bahagia banget dengan putri
kecilnya dan saya yang heboh banget dengan cerita-cerita lainnya. Ck!, kadang
nggak penting juga.
Seperti pada sore itu. Baru
berselang beberapa hari lalu kami ngobrol via sms. Maka ketika dia mengirim
pertanyaan basa-basi, “Lagi apa Tante?”, saya balas singkat “Ngemil” (baru
dapat cemilan gratis dari Mbak Yang Baik Hati).
Heart : Makan Tante, jangan
ngemil terus.
Saya : Udah kok, Bu. Tenang
aja. Btw, makasih ya udah care banget
sama aku. Dari kemarin sms terus. (maksudku
jam segitu apa dia nggak ribet ngurusin Zizi yang doyan makan ‘minum ASI’)
Heart : Lha mau sms siapa?
Sms pacar juga udah diadep. Hahaha!
Saya : (krik!) :p
Heart : Kapan pulang?
Saya : Minggu depan mungkin.
Ada apakah?
Heart : (mungkin mikirnya saya lama nggak pulang) Ini bocah kok betah
banget sih di situ, bukannya udah lulus?!
Saya : Nungguin suami (sengaja membuat atmosfer makin krik!).
Heart : Jangan cuma teori
dong! Buktikan! Oke, asal nunggunya jangan sampai enam bulan.
Saya : (krik! pangkat sepuluh)
….
Heart memang bukan kali
pertama itu care dengan saya. Bahkan
dalam setiap obrolan kami, kalimat yang makin krik! itu selalu dia singgung-singgung. Dari yang krik! pangkat satu hingga krik! pangkat sekian. Krik! pangkat sekian itu kadang-kadang
terasa pedas juga. (Tahu nggak kalau sewaktu nulis kalimat ini saya ingin
mengganti nama dia menjadi Heartkrik. Saya rasa lebih cantik. Qiqiqi!).
Bagi saya sih, biar makin krik! aja, dia tetap sahabat saya. Saya
suka dia tetap care dengan
sahabatnya. Saya bahagia dia bahagia. Bahkan saya berharap, persahabatan saya
dengan Heartkrik, eh Heart maksudnya, tetap baik-baik saja sampai kakek
nenek, bahkan sampai di surga nanti (aamiin,
insyaallah).
aamiin.
BalasHapusBtw, kapan nyusul? Undangannya jangan mendadak ya.
XD
:p
BalasHapusInsyaallah bulan depan. :D