26 April 2013

Romantis (Bag. 1)


Optimizer, saya sedang ingin menulis sesuatu yang romantis. Sedikit bernostalgia, merindukan sesuatu yang sudah tidak ada sekarang, mengenang kenangan manis pada masa silam. Saya ingin mengucapkan terimakasih pada mereka yang sudah membuat saya memiliki kenang-kenangan manis itu. Sesuatu yang tidak mudah dilupakan, yang membuat hati saya buncah setiap kali mengenangnya.

Menurut KBBI semacam ini pengertian romantis, romantis a bersifat spt dl cerita roman (percintaan); bersifat mesra; mengasyikkan.

Ya, tulisan saya ini tidak jauh dari pengertian itu. kisah yang mengasyikkan dari sudut pandang saya bersama orang-orang yang saya sayangi. Jika Optimizer punya kisah romantis sendiri, mengapa tidak ditulis? Barangkali saya bisa membacanya berulang-kali. Mungkin saja kisah saya masih kurang romantis dibanding punya Optimizer, siapa tahu?

:)

Cinta Pertama Dan Terakhir
Saya selalu suka momen ngobrol berdua dengan ibu. Benar-benar berdua saja. Waktu itu saya sedang libur sehingga bisa pulang dan membantu ibu membungkusi es lilin. Kalau sedang berdua dengan ibu, yang saya suka adalah cerita cinta masa mudanya. Ciee! Cerita cinta kan bukan cuma milik mereka para muda. Ibu saya juga punya. Haha! Lagipula ibu saya juga belum tua-tua amat kok. :p

Ngobrol berdua dengan ibu bagi saya mengasyikkan. Saya bisa cerita kemana-mana. Kapan pertama saya dapat surat cinta, kapan saya pertama kali ditembak cowok, siapa saja cowok yang pernah nembak saya (hehe), tipe laki-laki seperti apa yang saya sukai dan tidak saya sukai, impian saya tentang masa depan, cita-cita, se-mu-a-nya.

Biasanya ibu saya juga akan gantian cerita, kemana-mana. Nah, seperti yang saya sebutkan tadi, yang paling saya suka adalah cerita cinta ibu saya. Bagaimana ibu menemukan cinta pertama dan terakhirnya (Bapak saya). Dan heroisme Bapak sewaktu melamar ibu untuk jadi istrinya. Aih, saya juga ingin seperti ibu. Mencintai satu laki-laki, mendampingi dalam suka dan duka, menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Juga menjadi cinta pertama dan terakhirnya. (Sst! Saya bangga ibu saya dulunya nggak pacaran macam anak muda jaman sekarang).

Lalu setelah cerita kemana-mana kami selesai, biasanya ibu akan bilang begini “nah, kan seperti itu buruk”, “makanya nggak usah begini begitu”, dan seterusnya. Mengambil pelajaran dari cerita-cerita itu.

Ujung-ujungnya kami kelaparan, dan saya menunggu ibu saya meracik sambel yang tidak ada bandingannya di dunia. Hahaha! Lebay! 

#Tunggu kisah romantis berikutnya ;)

2 komentar:

  1. Ya, kalo cewek memang lebih deket dengan ibunya.. Apalagi soal ginian.. kalo cerita romantis aku belum punya kayaknya.. ^^

    BalasHapus
  2. Biasanya sih iya. Tapi belum tentu juga lho cewek sama ibunya itu bisa deket. Contoh kecil saja adikku, nggak bakalan dia mau cerita sama ibu 'soal ginian' itu. :)

    Ayo dong cerita, Wahyu. Ih, nggak romantis amat. :p

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Mohon tinggalkan pesan jika berkenan. :)