“Wah,
berarti aku harus menyiapkan ruhiyah, fikriyah, dan jasadiyah nih Mbak kalau
akhirnya aku diterima.”
Ih, jauh
banget mikirnya sampai ke situ. Padahal dibuka saja belum, bagaimana mungkin
diterima. Apalagi sampai bersiap ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah segala,
sungguh amat-amat kepanjangan
mikirnya.
“Cie,
yang akhirnya pulang kampung. Kalau ‘jodoh’mu pasti nggak akan kemana kok, Cin.
Siapa tahu juga, kamu bakalan ketemu dia. Wah, akhirnya cinta lama kesampaian
juga. Hihihi!” Yang ini bukan lagi kepanjangan
mikirnya, tapi juga keterlaluan. Jadilah korban timpuk saya teman yang satu itu.
-@@-
Perpisahan
heboh dengan salah satu penghuni kos itu ditambah pula kabar gembira bahwa saya
bisa memenuhi kualifikasi SDM yang dibutuhkan Dinsos untuk menjadi pendamping salah
satu program sosial. Bisa dibayangkan bukan betapa kami amat sangat gempita
pada hari itu. Atmosfir bahagia menyelubungi percakapan kami. Apalagi saat itu,
teman kami yang baru saja skripsinya di-acc, kurang lebih satu minggu lagi akan
sidang. Wah, tema perpisahan diisi dengan harapan-harapan masa depan yang lebih
baik. Sharing tentang impian masing-masing
yang digantung setinggi langit. Semangat empat lima!
Termasuk saya yang juga menyala-nyala. Bukan
karena kalimat teman saya yang sudah kena timpuk baru saja, tapi ada sebongkah
perasaan yang membuncah, sebuah harapan yang berpendar. Ada rasa penasaran,
benarkah plan saya yang ini yang akan
saya jalani? Benarkah akhirnya Allah meridhoi saya untuk mengambil skenario yang ini? (Ada sekian planning yang sudah saya tuliskan,
termasuk meninggalkan kota studi ini dengan segala kenangannya, yang kata teman
saya yang lebih dulu pergi akan terasa berat karena di kota inilah kehidupan kami
ditempa sambil merajut cita-cita). Saya akan tahu jawabannya kemudian.
eh, memangnya mau pergi kemana? akukan belum mampir ke jalan surya utama.
BalasHapus@__@
Pengennya pergi ke 'dunia lain', Sis. Haha! Yuk, ikut!
BalasHapus