Menurut saya, alasan dibuat
untuk melindungi diri, agar tidak terjebak pada kondisi tidak nyaman yang tidak
kita inginkan. Kita kan tidak ingin melakukan itu, biasanya kita akan
mencari-cari alasan agar kita bisa menghindar dan tidak jatuh dalam kondisi
yang tidak kita sukai.
Banyak hal yang membuat kita
merasa tidak nyaman. Baru-baru ini sih tentang skripsi yang saya alami. Kalau
dieja satu-satu, list-nya bisa jadi panjaaaaaang melebihi kereta. Bagi yang
pernah mengalami, ya begitulah ketidaknyaman-ketidaknyamanan itu bisa hadir
kapan saja.
Nah, paska sidang hari Senin
kemarin saya sedikit banyak jadi berpikir dan bertanya-tanya, mengapa skripsi
tak kunjung selesai? Tentu saja ini berlaku hanya untuk yang skripsinya nggak
selesai-selesai. Bagi yang lancar-lancar saja dan sepenuh hati dikerjakan sih,
meluncur terus tanpa ada macet. Biarpun seribu halang melintang. Haha,
hiperbolis!
Ya kembali pada pertanyaan
tadi, mengapa skripsi tak kunjung selesai? Saya menemukan jawaban atas
pertanyaan itu. Berkaca pada diri saya sendiri, ketika proses mengerjakan
skripsi, saya menemukan banyak hal yang membuat saya berada dalam kondisi tidak
nyaman. Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, saya tentu tidak ingin
berada dalam kondisi yang tidak nyaman. Akhirnya saya membuat alasan-alasan
agar saya bisa bisa terhindar dan tidak jatuh dalam kondisi yang tidak saya
sukai itu, meribetkan diri dalam mengurusi skripsi.
Tapi - seharusnya saya tulis
TTTTAAAAPPIIIII biar lebih mantap - sadar atau tidak, alasan-alasan itu hanya
akan menjadi bom waktu yang setiap saat bisa membunuh diri sendiri.
Ketika saya ke kampus dan
teman-teman seangkatan sudah tidak ada yang bisa ditemui karena semua sudah
lulus, MATI GUE nggak ada temen! Ketika oleh para junior ditanya ini itu, kapan
nikah, rencana hidup, dan seterusnya ... MATI GUE anak-anak pada kepo! Ketika
orang tua di rumah ngumeng-ngumeng
ini itu dan minta 'memaksa' kita untuk segera lulus karena hanya membuang-buang
duit padahal kita sendiri belum bisa cari duit dan besok lagi nggak akan
dikasih duit kalau nggak segera lulus, MATI GUE! Ketika teman-teman bahkan adik
tingkat sudah antri berderet-deret nikah dan kita belum lulus padahal belum
diizinkan menikah kalau belum lulus dan niat hati ingin segera menikah (panjang
banget kalimatnya), MATI GUE! Ketika, ketika, dan ketika. Hancur deh gue!
Itu kan loe,
hidup gue nggak se-ekstrem itu kali! Bokap nyokap gue nggak peduli tuh sama
skripsi gue. Lagipula gue udah bisa nyari duit sendiri. Nggak ada yang nuntut
gue untuk segera colut dari kampus tercinta gue.
Baiklah, tulisan saya ini
hanya berlaku untuk saya sendiri, dan mungkin makhluk-makhluk lain yang
nasibnya mirip-mirip saya. Jadi kalau hidup Anda baik-baik saja berarti tidak
termasuk dalam golongan ini. Hehehe!
Seperti apa yang saya
rasakan, memang tidak enak mengurusi skripsi dan segala tetek-bengeknya. Duduk
di depan ruang jurusan karena menunggu dosen yang tidak kunjung datang,
mengerutkan dahi karena tidak begitu memahami teori setelah diaplikasikan pada
penelitian, ngurusi administrasi yang mengharuskan kita muter-muter mirip
setrikaan, amanah di sana-sini butuh perhatian, rapat ini itu yang menyita
waktu dan pikiran, dan seribu hal-hal lain yang memicu kita untuk mencari
alasan agar ketidaknyaman dalam rangka menyelesaikan skripsi itu tidak mampir
dalam hidup kita.
Tapi teman, mungkin sesaat
kita bisa fly dengan menemukan alasan
untuk tidak mengerjakan skripsi. Bebas untuk sementara waktu. Untuk
S-E-M-E-N-T-A-R-A waktu. Namun, tahukah kamu jika di lain waktu, alasan itu
bisa membunuhmu? Seharusnya ada yang mengatakan ini ke saya jauh-jauh hari
ketika saya meninggalkan skripsi untuk waktu sekian lama. E, eh, kalau tidak
salah sepertinya memang ada yang pernah bilang seperti ini. Tapi efeknya hanya
nol koma sekian persen ke dalam hati saya yang paling dalam. Hyaa!! Saya merasa
bersalah akhirnya. Kalau pada akhirnya nasihat mulia ini saya abaikan, mungkin
pada saat itu saya sedang khilaf. Ihihi, cari alasan lagi.
Tapi tetap ada hikmahnya
juga sodara-sodara. Dengan kata lain, sebenarnya motivator terbesar dan
terhebat bagi diri kita adalah kita sendiri. Nggak peduli orang lain jadi
provokator sampai berbusa-busa, semua kembali pada diri sendiri pada akhirnya.
Makanya kalau ingin membangun suatu bangsa, dimulainya dari memperbaiki diri
sendiri dulu. Sedikit OOT, tapi saya kira masih nyambung. Semua berasal dari
hati. Cie, saya tidak mengira kalau saya sebijak ini. #bagi yang mau muntah
silakan ke belakang! Ceqiqiqiqiqi!
Jadi tetap, untuk
menyelesaikan skripsi dan membunuh alasan-alasan yang tidak masuk akal itu,
kembalinya pada niat yang sungguh-sungguh. Ketika alasan menemukanmu, segera
kembali pada niat dan mulailah bergerak untuk melaksanakan. Hal ini juga
berlaku untuk proses revisi (ngomong sama diri sendiri). Paling tidak saya
sudah menemukan kesalahan saya. Tulisan ini juga sekaligus sebagai prasasti
yang bisa saya baca sewaktu-waktu jika saya mengalami hal yang sama untuk kedua
kalinya. Tapi jangan lah ya! Masa dua kali masuk ke lubang yang sama. Tidak
belajar dari kesalahan sama sekali. Apa gunanya coba menasihati orang lain
juga?! Grzhzzzzzzz!!! Iya, saya mengamini kalau ngomong itu lebih enak daripada
menjalani. :|
Selain itu, mencari-cari
alasan tidak berlaku juga untuk hal-hal kebaikan yang lain.
#NtMS ≪≪ di bold ben cetho.
Yaa, tulisan saya jadi
terlalu panjang deh!
Saya minta maaf untuk yang
tidak berkenan dengan tulisan ini. Sekali lagi saya hanya sedang menulis
pengalaman saya pribadi dan tidak berniat untuk menyinggung siapapun. Jadi yang
kebetulan nyasar membaca tulisan ini, tidak perlu tersinggung atau sakit hati.
Piiiisss‼!
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung. Mohon tinggalkan pesan jika berkenan. :)