30 Oktober 2012

Ketika Alasan Menemukanmu


Menurut saya, alasan dibuat untuk melindungi diri, agar tidak terjebak pada kondisi tidak nyaman yang tidak kita inginkan. Kita kan tidak ingin melakukan itu, biasanya kita akan mencari-cari alasan agar kita bisa menghindar dan tidak jatuh dalam kondisi yang tidak kita sukai.

Banyak hal yang membuat kita merasa tidak nyaman. Baru-baru ini sih tentang skripsi yang saya alami. Kalau dieja satu-satu, list-nya bisa jadi panjaaaaaang melebihi kereta. Bagi yang pernah mengalami, ya begitulah ketidaknyaman-ketidaknyamanan itu bisa hadir kapan saja.

Nah, paska sidang hari Senin kemarin saya sedikit banyak jadi berpikir dan bertanya-tanya, mengapa skripsi tak kunjung selesai? Tentu saja ini berlaku hanya untuk yang skripsinya nggak selesai-selesai. Bagi yang lancar-lancar saja dan sepenuh hati dikerjakan sih, meluncur terus tanpa ada macet. Biarpun seribu halang melintang. Haha, hiperbolis!

Ya kembali pada pertanyaan tadi, mengapa skripsi tak kunjung selesai? Saya menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Berkaca pada diri saya sendiri, ketika proses mengerjakan skripsi, saya menemukan banyak hal yang membuat saya berada dalam kondisi tidak nyaman. Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, saya tentu tidak ingin berada dalam kondisi yang tidak nyaman. Akhirnya saya membuat alasan-alasan agar saya bisa bisa terhindar dan tidak jatuh dalam kondisi yang tidak saya sukai itu, meribetkan diri dalam mengurusi skripsi.

Tapi - seharusnya saya tulis TTTTAAAAPPIIIII biar lebih mantap - sadar atau tidak, alasan-alasan itu hanya akan menjadi bom waktu yang setiap saat bisa membunuh diri sendiri.

Ketika saya ke kampus dan teman-teman seangkatan sudah tidak ada yang bisa ditemui karena semua sudah lulus, MATI GUE nggak ada temen! Ketika oleh para junior ditanya ini itu, kapan nikah, rencana hidup, dan seterusnya ... MATI GUE anak-anak pada kepo! Ketika orang tua di rumah ngumeng-ngumeng ini itu dan minta 'memaksa' kita untuk segera lulus karena hanya membuang-buang duit padahal kita sendiri belum bisa cari duit dan besok lagi nggak akan dikasih duit kalau nggak segera lulus, MATI GUE! Ketika teman-teman bahkan adik tingkat sudah antri berderet-deret nikah dan kita belum lulus padahal belum diizinkan menikah kalau belum lulus dan niat hati ingin segera menikah (panjang banget kalimatnya), MATI GUE! Ketika, ketika, dan ketika. Hancur deh gue!

Itu kan loe, hidup gue nggak se-ekstrem itu kali! Bokap nyokap gue nggak peduli tuh sama skripsi gue. Lagipula gue udah bisa nyari duit sendiri. Nggak ada yang nuntut gue untuk segera colut dari kampus tercinta gue.

Baiklah, tulisan saya ini hanya berlaku untuk saya sendiri, dan mungkin makhluk-makhluk lain yang nasibnya mirip-mirip saya. Jadi kalau hidup Anda baik-baik saja berarti tidak termasuk dalam golongan ini. Hehehe!

Seperti apa yang saya rasakan, memang tidak enak mengurusi skripsi dan segala tetek-bengeknya. Duduk di depan ruang jurusan karena menunggu dosen yang tidak kunjung datang, mengerutkan dahi karena tidak begitu memahami teori setelah diaplikasikan pada penelitian, ngurusi administrasi yang mengharuskan kita muter-muter mirip setrikaan, amanah di sana-sini butuh perhatian, rapat ini itu yang menyita waktu dan pikiran, dan seribu hal-hal lain yang memicu kita untuk mencari alasan agar ketidaknyaman dalam rangka menyelesaikan skripsi itu tidak mampir dalam hidup kita.

Tapi teman, mungkin sesaat kita bisa fly dengan menemukan alasan untuk tidak mengerjakan skripsi. Bebas untuk sementara waktu. Untuk S-E-M-E-N-T-A-R-A waktu. Namun, tahukah kamu jika di lain waktu, alasan itu bisa membunuhmu? Seharusnya ada yang mengatakan ini ke saya jauh-jauh hari ketika saya meninggalkan skripsi untuk waktu sekian lama. E, eh, kalau tidak salah sepertinya memang ada yang pernah bilang seperti ini. Tapi efeknya hanya nol koma sekian persen ke dalam hati saya yang paling dalam. Hyaa!! Saya merasa bersalah akhirnya. Kalau pada akhirnya nasihat mulia ini saya abaikan, mungkin pada saat itu saya sedang khilaf. Ihihi, cari alasan lagi.

Tapi tetap ada hikmahnya juga sodara-sodara. Dengan kata lain, sebenarnya motivator terbesar dan terhebat bagi diri kita adalah kita sendiri. Nggak peduli orang lain jadi provokator sampai berbusa-busa, semua kembali pada diri sendiri pada akhirnya. Makanya kalau ingin membangun suatu bangsa, dimulainya dari memperbaiki diri sendiri dulu. Sedikit OOT, tapi saya kira masih nyambung. Semua berasal dari hati. Cie, saya tidak mengira kalau saya sebijak ini. #bagi yang mau muntah silakan ke belakang! Ceqiqiqiqiqi!

Jadi tetap, untuk menyelesaikan skripsi dan membunuh alasan-alasan yang tidak masuk akal itu, kembalinya pada niat yang sungguh-sungguh. Ketika alasan menemukanmu, segera kembali pada niat dan mulailah bergerak untuk melaksanakan. Hal ini juga berlaku untuk proses revisi (ngomong sama diri sendiri). Paling tidak saya sudah menemukan kesalahan saya. Tulisan ini juga sekaligus sebagai prasasti yang bisa saya baca sewaktu-waktu jika saya mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya. Tapi jangan lah ya! Masa dua kali masuk ke lubang yang sama. Tidak belajar dari kesalahan sama sekali. Apa gunanya coba menasihati orang lain juga?! Grzhzzzzzzz!!! Iya, saya mengamini kalau ngomong itu lebih enak daripada menjalani. :|
Selain itu, mencari-cari alasan tidak berlaku juga untuk hal-hal kebaikan yang lain. 
#NtMS ≪≪ di bold ben cetho.

Yaa, tulisan saya jadi terlalu panjang deh!
Saya minta maaf untuk yang tidak berkenan dengan tulisan ini. Sekali lagi saya hanya sedang menulis pengalaman saya pribadi dan tidak berniat untuk menyinggung siapapun. Jadi yang kebetulan nyasar membaca tulisan ini, tidak perlu tersinggung atau sakit hati. Piiiisss‼!

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung. Mohon tinggalkan pesan jika berkenan. :)