Ngomongin nasionalisme sepertinya topik yang
berat. Ah, masa sih?
Ini cuma sekelumit kisah nasionalisme kecil
di rumah saya. Terinspirasi dari membaca komentar teman-teman di dunia maya terkait dengan
pengumuman hasil pilpres tanggal 22 Juli 2014.
Komisi pemilu sudah menetapkan hasil pilpres.
Terlepas dari siapapun yang terpilih dan hiruk pikuk yang melingkupinya. Yang dongkol
maupun yang legowo, kita tetap bangsa Indonesia.
Cie, rasanya ada yang bergetar gitu kalau ada
yang bilang kita tetap endonesah. Iya
kan?
Sebagai warga negara yang baik, kita harus
mencintai bangsa dan negara sendiri sesuai dengan kemampuan yang kita miliki,
yang diwujudkan dalam berbagai aksi nyata.
Kalau yang ini adalah aksi nyata kami selaku wong cilik, bagian kecil dari republik bernama
INDONESIA.
Saya jadi teringat gambar presiden pertama
kita yang sekaligus founding father
negara Republik Indonesia.
Waktu saya belum belajar sejarah, saya
bertanya-tanya gambar siapakah yang dipajang bapak di dinding rumah kami. Ya saya
bisa membaca tulisan Ir. Soekarno di bagian bawah gambar tersebut. Akan tetapi siapa,
apa dan bagaimana peran seseorang dalam foto itu dan hubungannya dengan
keluarga kami sehingga bapak memajang gambar itu yang artinya memiliki kekhasan
sendiri dan dianggap berarti, itu yang saya belum tahu.
Lambat laun saya mengenal siapa Ir. Soekarno.
Ya sebatas penjelasan dalam buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah dasar. Tapi
saya bangga, ternyata foto dalam lembaran itu adalah seorang bapak presiden. Secara,
rumah saya yang jauh di pelosok ujung dunia ini memiliki potret bapak presiden
yang disegani. Bangga kan? Padahal juga sebatas itu tahunya. ^^
Gambar hitam putih yang Bapak dapatkan entah
dari mana itu seringkali dibongkar pasang. Kalau rumah sedang renovasi,
kebetulan mengalami beberapa kali renovasi, foto itu dilepas lalu dipasang
lagi. Berkali-kali. Gambar itu hingga usang, ibarat batu dia keropos.
Pinggir-pinggir kertasnya sudah mrotholi.
Tapi bagaimanapun bentuknya, gambar itu tetap dipasang sama bapak. Sampai … entah
kapan terakhir gambar itu nempel di dinding rumah kami.
Ya, itulah sekelumit kisah nasionalisme kecil
dalam rumah kami.
Kini di dinding rumah saya tidak ada gambar
siapa-siapa. Tidak presiden, tidak juga foto keluarga. Cukup hanya jam dinding
klasik yang berbunyi cetak-cetok. Tapi bukan berarti kami
tidak mencintai bangsa dan negara. Kan cinta bangsa dan negara tidak hanya bisa
diwujudkan dengan tindakan memasang gambar presiden.
^^
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung. Mohon tinggalkan pesan jika berkenan. :)