5 September 2014

sebuah pertunjukan



Tiba-tiba senyap. Tidak ada satu kata yang keluar dari bibir mungilnya. Serupa patung mahakarya seorang seniman yang dipamerkan di galeri. Hanya suara desahan napasnya yang terdengar. Mewakili degup jantung yang tidak karuan. 

Kepalanya kosong. Apa yang diulang beberapa hari terakhir ini seperti embun pagi yang disapu matahari. 

Masih dipegangnya mikrofon itu di dekat bibir. Matanya nanar melihat para penonton yang antusias. Ia mengulur waktu. Siapa tahu, ya siapa tahu kata-kata yang dihafalnya semalam tiba-tiba muncul di kepala. 

Tapi benar-benar tidak satupun. Satu katapun tidak ada yang mau keluar. Yang muncul malah penonton yang tadi bersembunyi di balik pakaian dan aksesoris yang menarik hatinya untuk dibeli. Mereka bertambah banyak. Pertanyaan mereka juga memenuhi langit-langit. Ada apa? Apa yang terjadi dengannya? Kenapa tidak disuruh turun saja? Dan opini-opini lainnya yang menambah gelisah gadis kecil di atas panggung itu sehingga satu katapun benar-benar tidak mau muncul di kepalanya.

Detik-detik bisu terus berlalu. Sekarang gadis kecil itu bertambah gelisah. Tidak ada ide untuk mengakhiri pertunjukannya. Tadi dia sudah mencoba sedikit. Ia sedikit mengulang lagi sebuah kalimat yang sebelumnya sudah disampaikan pada menit yang lalu. Barangkali pikirnya, kalimat itu bisa memancing ingatannya kembali. Tapi nihil. Perasaan bercampur-campur memenuhi rongga dada. Kini yang tersisa adalah sesak. 

Ia melihat satu sosok melambaikan tangan. Mengatakan kalimat-kalimat tertentu yang tidak ia pahami. Bagaimana ia mengerti? Di kepalanya saat ini yang terngiang adalah apa lanjutan dari bagian yang tadi. Tapi karena tidak kunjung menemukan, kemudian kepalanya dibuntukan oleh pertanyaan apa yang harus kulakukan.

Sosok itu terus melambai padanya. Rasanya ada sedikit yang ia ingat. Kode-kode itu, ucapan-ucapan itu. 

Gadis kecil itu sedikit lega. Iya ingat sekarang. Ia punya satu lagu yang sering ia nyanyikan. Menyanyi! Kata sosok yang tadi melambaikan tangan. 

Gadis kecil itu mengangkat mikrofonnya. Suaranya serak memecah kebisuan. Detik berikutnya tepuk tangan membahana. Ia bernyanyi. Dengan suara serupa ratapan karena ada tangis yang hampir meledak. Tapi ia tetap menyanyi. Percaya diri berdiri di panggung seorang diri. 

Tepuk tangan semakin riuh. Gadis kecil telah menyelesaikan lagunya. Di antara suara seraknya, ia mendengar sosok yang melambai tadi untuk mengucapkan I Love You, Almamaterku. Ia sudah mengucapkannya. Lega batinnya. Dia sudah menjalankan tugas dengan baik.

Setengah berlari ia turun dari panggung. Hampir terpeleset. Satu orang yang ingin ditujunya sekarang. Seorang perempuan yang hangat pelukannya. Ia berlari ke sana. Mendekap perempuan itu, menumpahkan air mata yang ia tahan sebisanya. 


***Adegan ini saya tangkap dari lomba pildacil tempo hari. Saya tulis karena saya salut atas keberanian dan rasa percaya diri yang dimiliki gadis kecil itu. (Usianya baru saja menginjak tujuh atau delapan). Bahkan saya ikut berkaca-kaca saat dia menyelesaikan penampilannya dengan baik. Akan sangat berbeda kesan saya jika dia menangis di panggung lalu berteriak mencari ibunya. Tapi gadis kecil ini tidak melakukan itu. 






Perlukah suatu saat kita berlaku innocent seperti gadis kecil itu? 


7 komentar:

  1. Hebat.. Bisa mengatasi demam panggung :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga salut sama si adek. Deg-degan kalau dia tiba-tiba mewek di panggung. :D

      Hapus
  2. Assalaamu'alaikum wr.wb, Sophie. Bukan mudah untuk berdiri di khalayak ramai dalam usia sekecil itu. Apa tah lagi jika yang diingat semuanya tidak muncul. Penonton seharusnya memberi semangat bukannya memikir macam-macam ya. Kalau Sophie sendiri, apakah pernah mengalami hal yang sama saat berhadapan dengan audien semasa kecil ? Salam manis dari Sarikei, Sarawak. SITI FATIMAH AHMAD.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumsalam, Kak.Reaksi penonton macam-macam, Kak. Ada yang memberinya semangat dengan tepuk tangan. Termasuk saya juga. Tapi namanya manusia kan ya macam-macam Kak responnya.
      Kalau lupa teks pidato saya pernah. Tapi tidak sampai lama seperti adik kecil dalam tulisan ini. :D
      Salam manis kembali. :)

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Mohon tinggalkan pesan jika berkenan. :)