21 Desember 2014

Tik tik tik Bunyi Hujan


Sisa hujan semalam masih terlihat pada daun-daun kembang sepatu di halaman rumah. Terlihat juga pada kuntum mawar yang terangguk-angguk, tujuh sampai delapan tangkai. Meskipun cahaya masih remang-remang, saya bisa memastikan mana mawar yang berkelopak merah dan mana yang berwarna pink. Lampu di teras rumah sudah dimatikan sejak tadi. Itu berarti kehidupan di rumah sederhana ini sudah dimulai sejak awal hari.

Permukaan tanah yang tertutupi rumput jepang terasa dingin. Kaki saya berjingkat dan memijak lagi untuk mengakrabi rasa dingin yang menggelitik. Sejenak saya menengok ke dalam. Mengintip Fary yang masih bergelung dengan selimut. Saya sudah membangunkannya lebih awal. Tidak lupa menggodanya dengan gelitikan. Tetapi sampai saya merapikan mukena lagi, anak itu belum juga turun dari ranjang.

"Ayok bangun!" Saya berjingkat ke dalam. "Tante antar pulang sekarang. Nanti kamu harus masuk sekolah."

"Aku mau bobok sini lagi, Te. Pokoknya besok dan besoknya lagi dan besoknya lagi. Segini." Dia mengacungkan sepuluh jari tangannya.

"Iya, boleh.Tapi hari ini sekolah dulu. nanti setelah pulang sekolah ke sini lagi. Lihat, kemarin kamu nggak bawa seragam dan tasmu. Ayo bangun! Tante antar kamu pulang."

Menurut juga anak itu. Disuruh begini begitu, sampai akhirnya siap untuk pulang.

"Lho, kok sepeda motornya nggak dikeluarin?"

"Buat apa?"

"Tante kan mau nganter aku pulang?!"

"Wee! Siapa bilang kita mau naik motor?! Kita pulang dengan jalan kaki!"

"Aaaa! Nggak mau jalan kaki. Aku kan sekolah, nanti terlambat."

"Sayang, lihat ini masih pagi. Kamu tidak akan terlambat masuk sekolah. Yuk!" Dengan wajah protes dia menurut juga. Berjalan agak sempoyongan sambil membawa satu sachet susu coklat yang belum sempat diseduh.

"Tolong bawain, Te." Ucapnya sembari menyodorkan bungkus susu coklat. Auw, lengket! Pantas saja dia tidak mau membawanya. Rupanya isinya sudah berceceran kemana-mana.

"Bawa sendiri. Nanti bikinnya di rumah."

Dia menerima dengan ungkapan protes. Tapi mood-nya yang semula buruk karena diajak berjalan kaki sudah kembali baik. Saya ajak dia bercerita sambil berlari-lari kecil. Anak kecil memang cepat sekali melupakan kemarahannya. Kalau tidak, bisa-bisa saya menanggung risiko menggendongnya melewati tanjakan.
---

Hujan turun dengan tiba-tiba di tengah perjalanan. Saya mengajak Fary berteduh di emper sebuah toko. Hujan semakin deras. Fary sudah menghabiskan isi susu sachetnya. Saya berguman sendiri, bersyukur atas 'terbawanya' susu sachet itu.

Anak itu meminta saya mencarikan bahan untuk mainan perahu. Dan ketika tidak ada lagi yang bisa membunuh rasa bosannya, dia bertanya ini itu. Apakah sungai ada di langit? Lalu Allah ada di mana? Ah, iya saya jadi ingat. Saat dalam perjalanan adalah salah satu waktu yang baik untuk memberikan nasihat pada anak. Di udara terbuka. Karena pada waktu-waktu semacam ini, penerimaan anak sangat besar.

Sebenarnya saya tidak ingin menolak ketika bocah itu mengajak saya nekat menembus hujan. Tetapi lebih baik saya menahan diri. Meskipun saya lebih suka untuk tidak melarangnya melakukan ini itu, tetapi kadang-kadang juga harus ada penolakan untuk tidak melakukan sesuatu melihat dia masih dalam masa penyembuhan dari flu.

Tidak tahu dapat ide darimana, anak itu mulai menyanyi. Nyanyian yang sangat pas untuk suasana pagi itu. Tik tik tik, bunyi hujan di atas genting. Airnya turun . . . . Optimizer bisa melanjutkan? Tapi sepertinya tidak seperti lirik lagunya Fary yang berubah seperti ini. Iseng saya mengeluarkan telepon genggam untuk merekamnya diam-diam.

Tik tik tik tik tik tik tik tiiiii ... k
bunyi hujan jan jan
di atas genting ting ting

airnya turun tidak terkira
cobalah tengok ngok ngok ngok ngok
dahan dan ranting ting ting ting ting
pohon dan kebun basah se ting-ting


Lirik lagunya Fary cukup ampuh untuk membunuh bosan. Tapi akhirnya jadi kemana-mana.

"Emm...aku mau nyanyi lagunya manusia harimau. Bla ... bla ... bla ...."

"Menurut Tante lagunya nggak bagus. Nyanyi tik tik lagi saja. Tante ikut nyanyi. Tik tik tik ...."

Tetapi Fary sudah ambil suara lebih dulu. Dia memulai lagu manusia harimau versinya ketika saya juga mulai menyanyi. Jadilah kita konser kecil di emperan toko, berduet saya dan Fary dengan sembarang nada. Yang penting saya bisa mengganggu konsentrasinya. Hampir bersamaan dengan itu, baterai hape saya lowbat dan hujan mulai reda. Saya memutuskan mengajak Fary melanjutkan perjalanan.

Dia suka bermain-main, menghentakkan kakinya pada genangan air sambil tertawa-tawa. Sedangkan saya lebih suka menariknya minggir saat dia terjun ke air. Jadilah dia tertawa kecil, menggoda saya. Kita berlari, berkejaran seperti dua anak kecil.

Hujan turun untuk yang kedua kali sebelum saya dan Fary sampai di rumahnya. Saya dan anak itu berteduh lagi. Sampai akhirnya hujan tinggal menyisakan gerimis dan saya terpaksa menurutinya untuk terus jalan agar cepat sampai di rumah. Baru beberapa langkah, senyum kami terkembang. Kakak saya datang bak pahlawan membawa payung dan jas hujan. Tapi sama saja, rumah mereka tinggal beberapa langkah lagi.

Saya pamit pulang begitu kami sampai di rumah. Saya ingin segera pulang sebelum aktivitas di jalan mulai ramai oleh lalu lalang orang. Hujan kembali turun. Saya tidak bisa mengelak. Justru senang karena mendapat kesempatan bermain-main di bawah hujan.



*Ini adalah catatan dari liburan saya bersama Fary.
Selamat berlibur,Optimizer. Semoga mendapati hari yang menyenangkan. :)




2 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung. Mohon tinggalkan pesan jika berkenan. :)