15 Februari 2012

Mendaki Impian (Bag.I)

Ada perih di sini (menunjuk ke dalam hati). Terbalut haru yang menyeruak bersamaan dengan jatuhnya tetes demi tetes airmata. Namun di balik itu ada kebanggaan terselip. Ketika teringat tiga bulan yang lalu saat gerimis membasah aspal jalanan kota solo yang terasa sesak, sebuah ide terlintas di benak dan kubicarakan dengan seorang kawan yang saat itu bersama-sama sedang mencari menu yang pas untuk makan malam. Why not? katanya. Dan jawabannya itu mengantarkanku pada sebuah perenungan, merenungkan konsep yang pas untuk sebuah kegiatan yang ditujukan untuk berkontribusi terhadap daerah asal.

Apa yang kira-kira bisa kulakukan? Selama ini, dalam pikiranku yang ada hanya diskriminasi. Mengapa harus selalu daerah kota yang mendapatkan sentuhan luar biasa dalam berbagai bidang kehidupan? Apakah kami tidak berhak untuk mendapatkan hal yang sama padahal kami sama seperti mereka yang ada di kota? Kami sama-sama remaja yang sedang mengenyam pendidikan dengan seragam putih biru. Namun karena hal yang membedakan itu yang membuat kami kadang menyerah karena kami tidak punya akses untuk menggapai mimpi kami yang terlampau jauh. Kami juga tidak punya kekuatan untuk mendobrak kolotnya pikiran orang tua kami yang masih menganut paham materi.
Buat apa sekolah tinggi-tinggi jika suatu saat nanti tidak menjadi seorang pegawai negeri? Buat apa sekolah tinggi-tinggi jika terpaksa kau jual sepetak kebun cengkeh warisan dari orang tua bapak? Hahhh...lalu bagaimana seorang remaja seperti kami harus memilih? Ujung-ujungnya yang kami lakukan adalah berhenti sekolah hingga tingkat sekolah menengah pertama, merantau keluar kota, satu atau dua bulan berikutnya menjadi istri seorang perjaka yang juga tidak jelas masa depannya.

Pertanyaannya, apakah semua itu prestasi yang patut untuk dihargai? Lalu mengapa kami seolah tak tersentuh oleh tangan-tangan para cendekiawan yang telah menuntut ilmu hingga ke negeri seberang? Apakah mereka telah sukses dan melupakan apa yang masih tersisa jauh di sana?

Dan ide itu akhirnya bergulir.

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung. Mohon tinggalkan pesan jika berkenan. :)