17 September 2011

Nostalgia Masa kecil


Lima Puluh Perak
            Jaman itu uang lima puluh rupiah masih sangat berharga. Itu jaman ketika aku masih culun-culunnya duduk di bangku taman kanak-kanak. Lima puluh rupiah bisa dibelikan permen kota (merknya “KOTA”)  dapat dua biji. Atau beli fujimi kemasan kecil-kecil itu juga dapat dua bungkus. Dengan kata lain satu permen atau satu bungkus fujimi itu harganya dua puluh lima rupiah. Wah, kalau sekarang seperti jaman itu, uang seribu rupiah dapat berapa aja ya? Bisa buat medali kemasan fujiminya. Hahaha….

            Singkat cerita hari itu aku hanya punya uang lima puluh perak. Di sakuku tidak ada sisa lagi, dan sepertinya sejak pagi aku nggak bawa uang saku selain itu. Mungkin Ibu lupa ngasih atau memang lagi nggak punya duit barangkali. Atau mungkin mikirnya biar aku nggak jajan terus dan mau makan di rumah. Entahlah, pokoknya uang sakuku tinggal lima puluh perak!
            Nah, di sebelah TK tempat aku menuntut ilmu nyanyi menyanyi dan berhitung itu, guru TK-ku yang bernama Bu Suprihatin “Bu Prih” nyambi jualan jajan. Beliau orang perantauan yang mengadu nasib di sekolahku tercinta.
            Aku ingin menukar koinku itu dengan dua bungkus fujimi yang dari pagi sudah kubayangkan bisa kunikmati di warung Bu Prih. Secepat kilat aku ke sana. Mengantri bersama teman-teman yang sama-sama ingin menukar uangnya dengan sebungkus makanan.
            Dan pada giliranku, aku terpaku. Semua makanan yang digantung dan dijejer di meja jualannya terasa menggiurkan. Fujimi, permen lollipop, kripik itu … oh enak-enak semua. Tapi kan aku cuma pegang satu koin itu. Tidak mungkin aku memborong semua makanan yang ada di situ. ya sudahlah, dari tadi kan aku pengen fujimi.
            Dengan malu-malu kuserahkan koin itu ke tangan Bu Prih sambil kusebut merk jajanan yang kuinginkan. Aku menunggu, Bu Prih tak bergeming. Sampai segerombolan temanku yang terkenal berisik datang dan memilih-milih bungkus jajanan di meja jualan. Mereka ambil satu-satu sesuai yang diinginkan. Bu Prih tersenyum. Mereka mengulurkan sejumlah uang. Bu Prih sumringah. Mereka meminta kembalian. Bu Prih mengulurkan lagi sejumlah uang. Dan aku…di pojok pintu terjepit di antara anak-anak yang berisik tadi tetap menunggu. Koin lima puluh perakku telah berpindah dari tangan Bu Prih ke tangan temanku. Aku melongo. Jajan yang kupesan urung diberikan. Bu Prih tak melirikku, sama sekali.
            Temanku bubar. Waktu istirahat habis. Aku melangkah ke dalam kelas dengan muka menunduk dan mata berkaca. Koin lima puluh rupiahku melayang sia-sia. Aku tak bersuara.
           


4 komentar:

  1. yoooo...saknone ukh2...mesti dg tampang memelas gtu...
    nek uang sekarang senilai yg dlu artinya kita siap2 tdk punya negara ukh cz mau dijual keluar negri...hehehe...

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. wow, itu yg lagi ngakak tuh, c Prima bukan c???
    XD

    BalasHapus

Terimakasih sudah berkunjung. Mohon tinggalkan pesan jika berkenan. :)