Sore yang melelahkan.
Saya tergeletak ‘setengah pingsan’ di ruangan
seperti kapal pecah, saat teman saya dari habis kuliah mampir untuk shalat
maghrib. “Capek ya?” tanyanya. Tentu saja. Besok (hari ini) adalah hari wisuda
adik saya. Jadi keluarga saya datang dari tempat tinggal kami. Saya yang sudah
hafal ibu saya suka tidak betah tinggal di tempat lain, sibuk memikirkan
bagaimana caranya agar beliau nyaman selama tinggal di sini.
“Seneng ya masih bisa ngumpul bareng?” suara
Ami, teman saya, memecah hening.
“???”
TING!
Oh iya saya ingat maksud dia. Sejenak
saya jadi speechless.
“Jangan begitu ah!” Jawab saya sambil
memikirkan kata-kata berikutnya untuk menanggapinya. Padahal kalau sedang capek
saya suka malas bicara.
Saya kan takut kalau sampai dia mewek. Saya
sendiri orangnya tidak kalah mewek-an. Tapi kalau dihadapkan dengan orang yang
sedang nangis, saya itu bingung minta ampun. Jadi sebisa mungkin saya mencoba
untuk membuat suasana ‘terkodisikan’.
“Ambil hikmahnya saja ya.”
“Iya, pasti ada hikmahnya kok. Cuma kangen
aja.”
“Doakan saja.”
“Tentu. Cuma ya…kelihatannya seneng aja masih
bisa ngumpul-ngumpul.”
Ah, rasa capek saya tiba-tiba menguap
meskipun belum semuanya. Saya tidak tahu harus melanjutkan percakapan ini
bagaimana. Karena bagi saya dia sudah memahami bagaimana ‘ketidaklengkapan’ itu
harus diterima. Tapi ya bagaimana orang dia sedang kangen. Kangen dengan
seseorang yang masih hidup saja rasanya sangat ‘menggigit’, apalagi yang dia
kangeni itu sudah pergi untuk selama-lamanya. Bagaimanalah kalau bukan hanya
do’a-do’a terbaik yang dikirimkan?!
“Ya sudah, pulang sana! Nanti kemaleman.”
Akhirnya kata-kata ‘usiran’ yang keluar.
Akhirnya teman saya pamit.
Belakangan saya baru merenungi apa yang dia
cakapkan tadi. Betapa saya masih beruntung memiliki kedua orang tua lengkap
sekaligus. Betapa enaknya saya masih bisa ‘menggelendot’ mereka saat hidup saya
berada dalam tekanan. Saya juga kadang kangen dengan simbah saya yang sudah
tiada, seperti Ami, teman saya tadi, merindukan ibunya.
Di dalam remang-remang senja itu, saya segera
beranjak. Bersiap-siap menuju tempat penginapan bapak dan ibu, meninggalkan
ruangan milik saya yang seperti kapal pecah, untuk menemani mereka karena malam
itu adik saya ada acara di fakultasnya.
Optimizer, kadang tidak perlu hal-hal besar
untuk merubah kita menjadi lebih semangat. Bagaimana denganmu?
memang masih beruntung mereka yang masih didampingi ke dua orang tua, saya juga amsih beruntung masih didmpingi seorang ibu, Mama mertua :)
BalasHapusTetap disyukuri ya Mbak El dimanapun 'dunia' orang tua kita. Semoga kita menjadi anak yang berbakti. :D
HapusAssalaamu'alaikum wr.wb, Sophie...
BalasHapusBersyukurlah apabila masih ada orangtua dan berbaktilah selagi mereka masih ada. Apapun ketentuan yang sudah tersurat sejak azali lagi seharusnya kita redhai dengan menghadiahkan doa dan akhlak mulia buat mereka yang sudah pergi dahulu. Saya masih ada orang tua tapi jarang sekali berkumpulnya kerana kesibukan namun tetap menghubungi melalui telefon.
Salam manis selalu dari Sarikei, Sarawak.
SITI FATIMAH AHMAD
Wa'alaikumsalam.
HapusIya Kak Fatim, terimakasih sudah mengingatkan. Meskipun terbentang jarak dengan orang tua, semoga tidak menghalangi kita untuk menjadi anak yang berbakti. :D
Salam manis. :)