Sekarang biarkan tanganku menari
di pohon-pohon singkong ini. Aku terpaksa merenggut tangkai demi tangkai daunnya
agar ternakku tak kelaparan di tengah kemarau yang menggila ini. Agar esok
mereka tetap mengembik dan Kokom masih bisa tersenyum lagi melihat piaraannya
bermain dengan riang.
Ah, Kokom. Betapa sebenarnya aku
kasihan melihatmu seperti itu. Tertidur dalam balutan kain gendong di tubuh
emakmu yang berpeluh, bau keringat. Namun pada siapa kau akan kutitipkan kalau
di rumah tak ada orang sama sekali?
Kokom anak Emak, cepatlah engkau
besar biar bisa membantu Emak pergi merumput. Biar kambing kita beranak pinak,
biar bisa buat biaya sekolahmu. Emak ingin kau sekolah. Pakai seragam putih
merah dan berdasi.
Makanya bapakmu merantau, Nduk. Itu karena suatu pertimbangan
ingin merubah hidup kita jadi lebih baik. Ya, setidaknya minimal itu yang kami
harapkan. Doakan agar dapur Emak tak berhenti mengepul.
Maafkan Emak, Kom. Terpaksa Emak
bawa engkau ke tempat gersang ini. Bukankah setiap hari kamu juga diguyur terik
seperti ini? Emak yakin kau kuat. Iya, kau anak Emak yang kuat. Pernah sekali
dua kau merengek, apakah kau merindukan bapakmu? Kalau begitu kau tak sendiri,
Kom. Sejak engkau lahir hingga disapih, sama sekali Emak tak pernah bertemu
dengan bapakmu. Waktu yang cukup lama bukan?
Emak percaya Kom, percaya bapakmu
baik-baik saja di rantau sana. Bapakmu setiap habis gajian selalu mengirimkan uang
untuk biaya hidup kita berdua. Bapakmu juga rajin berkirim kabar lewat surat
yang dititipkan pada Rukmini, tetangga kita yang juga perantau itu.
Setiap kali Rukmini pulang
kampung, bapakmu selalu titip kabar, titip surat. Hal itu yang paling Emak
harapkan, Kom. Hingga kalau sekali saja Rukmini pulang tanpa surat dari
Bapakmu, Emak akan menangis sepanjang hari. Ah, seharusnya yang ini emak tak
usah cerita padamu. Malu.
Tiba-tiba Emak ingin sekali bertemu
Bapakmu, Kom. Apalagi setiap ke ladang singkong ini. Banyak kenangan yang
terukir bersama Bapakmu di sini. Kenangan masa muda kami sebelum engkau menatap
dunia untuk pertama kali.
Dulu Bapakmu bertani di ladang
Bapak, Simbahmu. Membantu dangir,
menanam singkong, merawat tanaman itu, menunggu panen hingga memanen. Emak
sudah jatuh hati padanya sejak Bapakmu hari pertama bekerja di ladang simbah.
Entahlah, hati emak sudah begitu saja terpaut pada senyumnya. Lama-lama kami
dekat, bermain bersama. Bahkan Bapakmu sering membuatkan Emak mainan dari
tangkai-tangkai daun singkong itu, rumah-rumahan, kalung, gelang. Ah, Emak suka
sekali waktu itu.
Lalu kami bertambah dekat. Dan
gelagat itu ditangkap oleh Bapak. Simbahmu, Kom. Entah kenapa peka sekali
dengan hal-hal seperti itu. Akhirnya beliau memutuskan menikahkan kami.
Sebelum itu Bapakmu memang telah
meminta Emak. Bapakmu melamar Emak di ladang singkong itu, Kom. Waktu itu Emak
sedang mengumpulkan hasil panen singkong. Emak yang belepotan dengan tanah,
tiba-tiba dikejutkan oleh suara ‘bruk’ dari arah belakang. Emak menjerit karena
kaget. Tapi begitu tahu siapa yang datang, dada Emak langsung berdegup kencang.
Lalu Emak lupa bagaimana awalnya, Bapakmu tanpa babibu sudah meminta Emak untuk
jadi istrinya. Haaahh, sungguh jantung Emak benar-benar hampir copot.
Bayangkan, saat itu Emak benar-benar kaget karena terkejut, lalu Emak diminta
jadi istri orang yang Emak juga mencintainya.
Emak menerimanya karena hati Emak
sudah dicuri Bapakmu. Kalau tidak bersedia jadi istrinya, bisa-bisa Emak yang semaput karena jiwa Emak tak bisa
seimbang. Ya begitulah. Lalu setahun setelah itu lahir kamu Kom, bidadari Emak.
Setelah ada kamu tak mungkin lagi
emak hidup dengan orang tua. Lalu Emak dan Bapak sepakat membangun rumah
sederhana di samping rumah simbah, rumah kita yang sekarang itu. Semuanya harus
mandiri, termasuk keuangan yang tidak lagi tergantung sama simbah. Lama-lama
kami tak punya uang, harus memenuhi kebutuhan hidup. Dan ladang singkong itu
tidak begitu menjanjikan. Itu sebabnya Emak harus rela melepas bapakmu ke
rantau. Itu setelah kamu lahir hingga sekarang ini Kom. Bapakmu merantau selama
itu dan baru pulang sekali saja, ketika kamu berusia enam bulan. Lepas itu, kami
tidak pernah bertemu. Kabar tentang Bapakmu hanya Emak baca seperti yang
tertulis dalam surat yang dibawa oleh Rukmini.
@@@
Kokom, Emak minta sore ini jangan
merengek lagi. Hal yang sangat jarang kau lakukan kecuali badanmu sedang panas.
Tapi kenapa kau terus-terusan menangis, Nak? Badanmu sama sekali tidak panas,
makanmu cukup meski tak selahap biasanya. Apa yang terjadi denganmu? Pagi tadi
sudah kumintakan suwuk pada Mbah Kem,
dukun kampung yang pintar mantra-mantra itu. Air putihnya sudah kau minum Kom,
tapi kau tak kunjung diam. Rewel terus. Emak sampai bingung harus berbuat apa.
Pikiran Emak jadi tidak enak.
Baru setelah sore, Emak bisa
melihatmu diam, Kom. Akhirnya kau bisa tidur pulas. Apakah suwuk itu benar-benar mujarab? Emak gendong kau kesana kemari. Emak
timang sampai kau tertidur. Ya, tidurlah dulu seperti itu barang sebentar, Emak
mau memasak sesuatu.
Belum lama Emak menidurkanmu di
amben reot itu, Rukmini datang. Tetangga kita yang satu itu bertamu ke rumah
kita. Emak semakin kagum saja melihatnya, Kom. Kalau kau bangun, kau pasti
melihat rambutnya yang berkilau hitam lurus, pupur-nya membuat wajahnya tampak putih, dan memang kulitnya
sekarang semakin langsat. Ia pakai benges
segala. Lihatlah Kom, betapa makmurnya sekarang dia. Hanya bertamu ke rumah
kita saja dandanannya luar biasa. Tapi memang dia orang kaya Kom, sukses
merantau.
Emak akhirnya tak bisa menahan
perasaan Kom. Emak tanya saja bagaimana dia bisa merubah penampilannya itu. Oalah
ternyata dia dandan di salon katanya, tempat yang khusus untuk orang-orang yang
mau berdandan. Ah, Emak tak tahu Kom. Emak juga tak ingin membahasnya lagi.
Karena yang paling ingin Emak dengar justru kabar Bapakmu.
Rukmini bilang Bapakmu agak
kurang sehat. Emak kaget mendengarnya Kom. Khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu
dengan Bapakmu. Kata Rukmini butuh biaya buat mengobati Bapakmu. Uangnya sudah
menipis karena untuk berobat. Dan tujuan Rukmini datang ke rumah kita untuk
meminta uang buat berobat Bapakmu. Aduh Kom, haruskah Emak jual kalung mas
kawin itu? Tapi ini demi Bapakmu, Kom. Sedangkan Emak tak punya apa-apa.
Akhirnya sebelum Rukmini pulang,
Emak janjikan besok sudah ada uangnya. Emak tanyakan pada Rukmini bagaimana
kalau uang hasil jual kalung itu tidak cukup Rukmini bilang tidak apa-apa
karena mau ditambahi simpanannya dahulu. Rukmini begitu baik hati.
Ya, Emak jual kalung itu esok
harinya. Tidak banyak Kom, semuanya Emak kasih ke Rukmini saat itu juga.
Ditambah simpanan Emak beberapa rupiah yang Emak rencanakan untuk hidup kita
beberapa hari mendatang. Pokoknya Emak hanya berpikir bapakmu cepat berobat dan
cepat sehat.
@@@
Kemarau belum juga hendak
berganti musim. Kita masih di sini Kom, tinggal berdua di rumah sederhana.
Memandangi langit dan merasai hembusan angin. Terkadang saking kuatnya,
debu-debu di halaman kita itu ikut terbang. Lalu menempel pada dinding kayu
rumah kita dan membuatnya tampak kusam. Ah, Emak tak peduli. Yang penting kita
bisa makan.
Apa kabar Bapakmu ya, Kom? Dua
bulan sejak Rukmini berangkat itu hingga hari ini belum lagi kita dengar
kabarnya. Ya kepada siapa kita akan menitip surat, belum ada tetangga kita yang
pulang dari rantau. Tapi kemarin ada orang dari tetangga desa yang ketemu Kom.
Dia belum bertemu Emak, tapi Emak sudah dengar kabar dari orang-orang
sekampung, Bapakmu akan pulang dalam waktu dekat. Emak senang Kom mendengarnya.
Emak akan bertemu lagi dengan Bapakmu. Kita akan berkumpul lagi Kom, kau pasti
juga rindu bapak bukan? Kom, kita akan segera berkumpul satu keluarga.
@@@
Emak sudah pastikan berita itu
Kom. Emak sudah datangi tetangga desa yang membawa kabar Bapakmu. Bapak sudah
sehat dan sudah bekerja lagi. Dan yang sangat membahagiakan adalah, Bapak akan
pulang. BAPAK PULANG KOM! Emak rasanya sudah tak tahan lagi menantikan waktu
itu tiba. Emak sampai bingung apa yang harus dipersiapkan. Emak tidak bertemu
dengan Bapakmu selama hampir dua tahun. Emak tak tahu apa yang dia adatkan
sekarang.
Tapi Emak tahu Bapakmu suka
sekali nasi tiwul sama sambel dan lalapan. Pasti sekarang pun begitu. Seperti
masa kami muda dulu.
Kalau tidak salah tiga hari lagi
Bapak pulang. Itu kan hari Sabtu Kom. Begini-begini Emak pernah sekolah meskipun
hanya di sekolah dasar, Emak bisa membaca dan tahu nama-nama hari.
Baiklah Nak, kita akan
mempersiapkan keperluan untuk menyambut kepulangan Bapakmu besok Sabtu. Emak
akan buat masakan spesial. Nasi tiwul sama sambel ikan lalap kangkung.
@@@
Emak tak sabar lagi untuk
menunggu matahari terbit. Ini akan menjadi hari yang paling bahagia dalam hidup
Emak. Hari yang kita berdua tunggu selama ini. Kau ikut senang kan?
Iya, kita harus sedikit bersolek
dulu. Rambut Emak yang sudah panjang ini harus diapakan ya? Apa dikepang?
Mungkin Emak akan terlihat lebih muda. Tapi apa tidak kelihatan seperti
anak-anak? Atau ditali ekor kuda? Hahaha, tidak tidak. Itu akan terlihat sangat
lucu bagi Emak. Kalau digerai seperti ini Emak akan seperti wewe gombel. Ah, Emak bingung Kom
bagaimana harus menata rambut. Rambut Emak tidak bisa lurus seperti rambut Rukmini
itu. Di sini pun tidak ada tempat yang khusus buat mendandani orang.
Daripada Emak bingung mending
begini saja. Nah, kau lihat lebih rapi kan Kom? Rambut Emak mungkin cocoknya
digelung. Dan dipakaikan tutup kepala seperti ini. Uhh, rasanya Emak lebih muda
dan lebih cantik. Ini juga mas kawin dari bapakmu Kom, kerudung merah jambu
bunga-bunga. Belum pernah Emak pakai kecuali sekali dulu waktu mengantar
bapakmu ke terminal. Emak menyimpannya agar tetap baru. Sekarang Emak pakai
lagi untuk menyambut Bapakmu.
Jam sepuluh nanti kita harus
siap-siap di depan rumah Kom. Emak ingin membantunya membawa barang-barang.
Merantau beberapa lama pasti Bapak membawa sesuatu untuk kita.
@@@
Satu jam sudah mungkin kita
berdiri di sini. Berdiri menahan bosan demi seseorang yang kita cintai tak
membuat kita beranjak. Bukankah kita terbiasa terpanggang seperti ini? Ya, Emak
tak mau masuk rumah dulu hanya karena dihalau terik matahari. Kau juga sabarlah
sebentar.
Itu Kom! Seorang laki-laki tinggi
tegap menenteng tas jinjing besar. Ia melangkah ke arah kita. Emak hampir tak
mengenalinya. Seperti, aduh Emak jadi malu. Bapakmu sangat sangat tampan, Kom.
Lihatlah, Nak. Biar Emak panggil dia. Ayo kita panggil bersama-sama!
Tapi apa itu Kom? Emak lihat
banyak orang yang mengantarnya. Wah, begitu terkenalkah Bapakmu hingga
orang-orang menyambut kepulangannya juga? Tidak Kom, tidak. Siapakah
orang-orang itu? Siapakah perempuan di samping Bapakmu yang menggendong anak
kecil itu? Mengapa ada Rukmini? Kom, apa yang terjadi? Apa kau bisa menjelaskan
pada Emakmu ini?